Selasa, 14 Agustus 2012

Tanaman Jiwa

Rumah kami terletak persis di seberang jalan berhadapan dengan sebuah klinik umum Rumah Sakit Johns Hopkins di Baltimore. Kami menempati lantai bawah, sementara ruangan lantai atas disewakan untuk pasien2 dari tempat jauh yang sering datang untuk berobat jalan di klinik tersebut. Lumayan uang sewaan bisa menambah income.

Suatu malam musim summer, saya sedang mempersiapkan makan malam ketika seseorang mengetuk pintu depan. Saya segera membuka pintu depan dan langsung melihat seorang laki2 tua dengan wajah yang (maaf) 'mengerikan'. Perkiraanku tinggi badannya tidak lebih tinggi dari anak saya yang paling kecil. Badannya yang pendek disebabkan oleh tubuhnya yang bungkuk. Yang lebih parah adalah wajahnya, …seperti udang rebus kemerahan, bengkak dan bertotol2 oleh karena semacam kanker kulit.

Namun, ketika ia mulai berbicara, suaranya terasa lembut dan menyejukkan di telingaku:
"Selamat malam. Saya sedang mencari kamar untuk menginap, hanya untuk semalam. Saya datang ke klinik dari sebelah timur pantai untuk pengobatan pagi ini; dan tidak ada bus sampai besok pagi yang ke arah tempat tinggal saya" Lalu ia menceritakan kepada saya bahwa sudah sejak siang ia mencari tempat penginapan di sekitar situ dan tidak mendapatkan satu pun kamar kosong.

"Saya kira itu disebabkan oleh wajah saya… Saya tahu wajah saya kelihatan mengerikan; tapi dokter sudah mengatakan bahwa dengan beberapa kali pengobatan lagi…." Untuk sejenak saya ragu, tapi kata2 berikutnya meyakinkan saya,
"Saya tidak keberatan untuk tidur di emperan teras sini, di kursi panjang itu. Bus yang ke arah kampung saya akan lewat sini pagi2 sekali.." Katanya sambil menunjuk kursi panjang dari kayu di teras rumah saya.

Saya terdiam sejenak, lalu mengatakan kepadanya akan berusaha mencari sebuah ranjang lipat; lalu saya bergegas masuk menyelesaikan persiapan makan malam dan ketika siap saya mengundang bapak tua itu untuk bersantap malam bersama kami.
"Tidak usah repot2.., terimakasih. Saya punya cukup makanan" Katanya dengan sopan sambil menunjukkan bungkusan kertas berwarna coklat berisi makanan di tangannya.

Selesai makan malam, saya menemui bapak tua di teras dan mencoba ngobrol dengannya beberapa menit. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan kenyataan bahwa bapak tua ini adalah seseorang dengan "hati yang besar, luas dan dalam" yang kelihatan sesak terbungkus oleh badannya yang kecil. Ia bercerita cukup banyak tentang latar belakang hidupnya; bagaimana ia bertahan hidup dengan menjadi nelayan dan memancing untuk juga menghidupi anak perempuannya.

Anak perempuannya memiliki 5 orang anak dan suamiya menderita lumpuh karena cidera tulang belakang yang tak banyak harapan untuk sembuh. Ia menceritakan semuanya tanpa menunjukkan sedikitpun nada mengeluh atau semacam minta dikasihani. Kata2 yang lebih sering keluar dari mulutnya adalah ucapan syukur kepada Tuhan untuk setiap rejeki yang masih boleh diterimanya; bersyukur bahwa tidak ada rasa sakit yang menyertai penyakit di mukanya; bersyukur masih bisa membantu membackup kehidupan keluarga anak perempuannya. Ia selalu mengatakan bersyukur Tuhan masih senantiasa memberi kekuatan untuk meneruskan hidupnya.

Menjelang waktu tidur, saya menyiapkan sebuah ranjang lipat dan perlengkapan tidur di ruang tidur anak2 untuknya. Ketika keesokan harinya saya bangun, ranjang lipat dan selimut sudah terlipat rapi dan kelihatan beberapa mainan anak2 yang berserakan sudah ditata rapi. Pak tua sudah ada di teras. Ia menolak halus ajakan untuk sarapan. Dan ketika bus yang ditunggu mulai kelihatan di kejauhan, ia mengajukan satu pertanyaan penuh harap:
"Masih bolehkah untuk pengobatan berikutnya saya numpang menginap lagi di sini? Saya tidak akan merepotkan anda; cukup saya tidur di emperan sini saja.." Ia menunda perkataannya beberapa saat lalu menambahkan:
"Anak2 anda membuat saya kerasan dan diterima di sini. Anak2 remaja dan orang dewasa seringkali terganggu dengan wajah saya; tetapi anak2 kecil mereka tidak peduli dengan itu.." Saya langsung mengatakan, pintu selalu terbuka kapanpun ia butuh tempat untuk menginap.

Kali berikutnya ia datang sekitar jam 7 pagi dengan membawa seekor ikan yang besar dan sekantong tiram2 besar yang belum pernah saya lihat selama ini. Semuanya masih segar! Ia mengatakan bahwa ia menangkapnya pagi ini dari pantai sebelum berangkat, jadi masih hidup dan segar ketika dibawa ke sini. Saya tahu persis, bus nya berangkat tidak mungkin lebih lambat dari jam 4 pagi untuk dapat sampai sini jam 7. Jadi saya tidak bisa membayangkan jam berapa ia menangkap ikan dan tiram2 itu dalam keadaan segar hanya untuk diberikan kepada kami.

Sepanjang tahun ini beberapa kali ia masih datang dan menginap di rumah kami untuk pengobatan. Tak pernah sekalipun ia datang tanpa membawa apa2. Selalu dengan ikan2 dan tiram2 segar yang besar2 dan beberapa sayuran dari hasil kebunnya. Kali berikutnya kami menerima kiriman paket berupa aneka sayuran segar dengan menggunakan paket special. Setiap helai daun nampak dibersihkan dengan seksama dan nyaris sempurna. Saya bisa membayangkan dari tempat tinggalnya setidaknya butuh 3 mil jalan kaki dan masih dengan paket special, berapa uang yang ia habiskan untuk kiriman2 itu; mengingat ia bukanlah orang yang dengan kelimpahan uang – menjadikan setiap kiriman itu sungguh berlipat nilainya dan special.

Setiap kali saya menerima pemberian2 special ini; saya selalu teringat perkataan tetangga sebelah rumah pada hari pertama ia pamit dari rumah:
"Apakah kamu mengijinkan pak tua yang menjijikkan itu menginap di rumahmu semalam? Huuuhhh…jika aku jadi kamu, tak akan kuijinkan ia untuk menginap. Itu akan membuat orang2 yang mau menginap di rumahku membatalkan niatnya.."
Mungkin saja benar satu dua kali kita akan kehilangan pelanggan2 lainnya. Tapi ohh…seandainya saja mereka tahu siapa pak tua ini…mungkin beban2 hidup mereka akan terasa jauh lebih ringan dibanding beratnya beban pak tua yang harus menanggung banyak kesukaran karena penyakitnya. Saya setidaknya bisa belajar bagaimana rasanya ketika kehadiran kita ditolak orang lain karena penyakit atau wajah kita yang buruk…yang sebenarnya bukan salah dan kehendak kita sendiri. Saya tahu betapa keluarga saya beruntung boleh mengenal bapak tua ini dan boleh belajar menerima hal2 yang buruk tanpa mengeluh dan mensyukuri anugerah hidup dengan lebih baik.

Jadi teringat ketika saya mengunjungi seorang teman yang punya green house dengan aneka tanaman bunga. Saya keheranan melihat sebuah chrysanthemum berwarna keemasan yang paling indah dari semua bunga bunga lainnya hanya diletakkan di sebuah pot yang buruk dan sudah pecah.
"Saya kekurangan pot yang kecil. Bunga itu sangat indah dan tidak akan kehilangan keindahannya dengan diletakkan di pot yang buruk. Toh hanya sementara. Nanti akan dipindahkan ke kebun yang lebih luas" kata pemilik green house.

Teman saya pasti keheranan melihat saya tertawa sendiri mendengarnya. Saya langsung teringat bapak tua yang baik hati. Ya…Tuhan tidak keberatan untuk meletakkan sebuah hati yang begitu indah di dalam tubuh seseorang bapak tua yang bungkuk, kecil dan berwajah buruk. Toh hanya untuk sementara…dan sekarang Tuhan telah memindahkan hati itu di kebun Surgawi yang luas dan jauh lebih indah… Terimakasih banyak bapak tua…( Mary Bartels Bray)

Jika kita sadar betapa tidak sempurnanya diri kita; bukankah Tuhan tak pernah keberatan untuk meletakkan nafas hidup ke dalam diri kita yang banyak kekurangan. Itu tentunya suatu kebaikan yang harus kita hargai dalam kehidupan kita yang sementara ini; sampai waktunya nanti Tuhan memindahkan "tanaman jiwa kita" ke kebun Surgawi....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar