Kamis, 05 November 2020

Monyet

🐵. 🙈. 🙉. 🙊. 🐒 Di Afrika, ada sebuah teknik yang unik untuk berburu monyet di hutan Afrika. Si pemburu menangkap monyet dalam keadaan hidup2 tanpa harus menggunakan senapan dan obat bius, dan tanpa cidera. Cara menangkapnya sederhana saja, pemburu hanya menggunakan toples berleher panjang dan sempit. Toples itu diisi kacang yang telah diberi aroma untuk mengundang monyet2 datang. Setelah diisi kacang, toples2 itu ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut toples dibiarkan tanpa tutup. Para pemburu melakukannya disore hari. Besoknya, mereka tinggal meringkus monyet2 yang tangannya terjebak di dalam botol tak bisa dikeluarkan. Kok, bisa ? Monyet2 itu tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples. Mereka mengamati lalu memasukkan tangan untuk mengambil kacang2 yang ada di dalam. Tapi karena menggenggam kacang, maka monyet2 itu tidak bisa menarik keluar tangannya. *Selama mempertahankan kacang2 itu, selama itu pula mereka terjebak.* Toples itu terlalu berat untuk diangkat. Jadi, monyet2 itu tidak akan dapat pergi kemana2..! Sebenarnya monyet2 itu bisa selamat jika mau membuka genggaman tangannya, tapi mereka tak mau melepaskannya...  ******* Saudaraku...  Mungkin kita akan tertawa melihat tingkah monyet2 itu. Tapi, tanpa sadar sebenarnya banyak manusia melakukan hal yang sama seperti monyet2 itu. Mereka mengenggam erat setiap permasalahan yang dimiliki tanpa mau melepaskannya.  Mereka sering menyimpan dendam, tak mudah memberi maaf, tak mudah mengampuni. Mulut mungkin berkata ikhlas, tapi bara amarah masih ada di dalam dada. Sehingga tak pernah bisa melepasnya. Bahkan, terkadang membawa "toples2" itu kemana pun mereka pergi. Mereka terus berusaha berjalan menapaki jalan kehidupan ini dengan beban berat itu. Tanpa sadar, mereka sebenamya sudah terperangkap penyakit kepahitan yang akut, yg bisa berakibat pada mengerutnya sel2 tubuh mereka, dan putusnya benang2 DNA-nya. Jika hal ini dibiarkan berlarut, maka kemungkinan besar sel2 yg mengerut tadi perlahan namun pasti, bermutasi menjadi sel2 KANKER...! *" Penelitian ttg sel tubuh yg bermutasi menjadi sel kanker inilah yg mengantarkan Prof. Dr. Bruce Lipton, dari USA, menerima hadiah Nobel dlm bidang Biologi Molecular. "*  Sebenarnya mereka akan selamat dari sakit berbahaya ini jika mereka mau melepaskan semua pikiran, perasaan dan emosi negatif ( su'u dhon, kecemasan, sakit hati, marah, dendam, dll ) terhadap siapapun. ******* A

Sabtu, 03 Oktober 2020

JANGAN PERNAH BERHENTI DI TENGAH BADAI

Seorang anak mengemudikan mobil bersama ayahnya. Setelah beberapa puluh kilometer, tiba-tiba awan hitam datang bersama angin kencang. Langit menjadi gelap. Beberapa kendaraan mulai menepi & berhenti. “Bagaimana ini Ayah? Kita berhenti?”, si Anak bertanya. “Teruskan perjalanan saja.. !”, kata Ayah. Anaknya terus menjalankan mobil. Langit makin gelap, angin bertiup kencang. Hujan pun turun. Beberapa pohon bertumbangan, bahkan ada yang diterbangkan angin. Suasana sangat menakutkan. Terlihat kendaraan-kendaraan besar juga mulai menepi & berhenti. “Ayah....?!" tanya si Anak “TERUSLAH mengemudi!” kata Ayah sambil TERUS MELIHAT KE DEPAN. Anaknya TETAP MENGEMUDI dengan bersusah payah. Hujan lebat menghalangi pandangan, JARAK PANDANG HANYA BEBERAPA METER SAJA. Si Anak mulai takut. NAMUN...TETAP MENGEMUDI WALAUPUN SANGAT PERLAHAN. Setelah melewati beberapa kilo ke depan, dirasakan hujan mulai mereda & angin mulai berkurang. Setelah beberapa kilometer lagi, SAMPAILAH mereka pada daerah yang kering & matahari bersinar. “Silahkan berhenti & keluarlah”, kata Ayah “Kenapa sekarang Ayah?”, tanya si anak. “Agar kau BISA MELIHAT seandainya berhenti di tengah badai”. Sang Anak berhenti & keluar. Dia melihat jauh di belakang sana badai masih berlangsung. Dia membayangkan orang-orang yang terjebak di sana. Dia BARU mengerti bahwa JANGAN PERNAH BERHENTI DI TENGAH BADAI karena akan terjebak dalam ketidakpastian. JIKA kita sedang menghadapi “badai” kehidupan, TERUSLAH BERJALAN, jangan berhenti & putus asa karena kita akan tenggelam dalam keadaan yang terus menakutkan. LAKUKAN saja apa yang dapat kita lakukan & yakinkan diri bahwa BADAI PASTI BERLALU. Karena kita yakin bahwa di depan sana ada Kepastian dan Kesuksesan untuk kita. "FOKUS KEPADA TUJUAN, BUKAN KEPADA RASA TAKUTMU." - Anthony Robbins

Jumat, 11 Oktober 2019

Mulut membawa orang

Ada seorang pengembara yang suka banyak bicara. Suatu hari ia menempuh perjalanan melewati hutan belantara. Ketika sampai di tengah hutan, tiba-tiba terdengar suara orang berbicara. Pengembara itu merasa takut tetapi juga penasaran. Dengan hati-hati ia mencari asal suara tadi. Ternyata suara tadi berasal dari tengkorak manusia yang ada di bawah pohon besar. Ia pun memberanikan diri mendekat dan bertanya, "Hai tengkorak. Bagaimana kamu bisa sampai di hutan belantara ini?" Tengkorak itu pun menjawab, "Hai pengembara, yang membawa aku ke sini adalah mulut yang banyak bicara." Pengembara pun kemudian mengajak tengkorak itu untuk berbicara. Saat keluar dari hutan, dengan penuh semangat, ia bercerita tentang tengkorak yang bisa berbicara kepada setiap orang yang dijumpainya. Tentu saja tidak ada orang yang memercayainya. Namun pengembara itu terus saja bercerita. Sampai akhirnya cerita tengkorak yang bisa bicara itu terdengar sampai di istana raja. Raja pun mengajak si pengembara itu untuk membuktikan ceritanya dengan bersama-sama pergi ke hutan menemui tengkorak tersebut. Setibanya di hutan, sang pengembara mengajak tengkorak itu berbicara. Akan tetapi tengkorak itu hanya terdiam saja. Merasa telah dibohongi, sang raja menjadi marah dan memerintahkan agar si pengembara di hukum mati dengan cara dipenggal kepalanya. Lalu jenazah pengembara ditinggalkan di hutan dan kepalanya diletakkan di samping tengkorak tadi. Begitu raja dan pengawalnya pergi, tiba-tiba si tengkorak bersuara, "Hai pengembara, bagaimana kamu bisa sampai di hutan ini?" Kepala si pengembara pun menjawab, "Yang membawa aku ke sini adalah mulut yang banyak bicara." Seringkali pertengkaran, kesalahpahaman, dan permusuhan besar muncul gara-gara omongan yang tidak pada tempatnya. Mereka yang suka banyak bicara, seringkali kurang waspada sehingga perkataannya mudah menyinggung, merendahkan atau melecehkan orang lain. Alangkah baiknya apabila kita setiap saat bisa mengendalikan diri dan tahu kapan saatnya harus berbicara. Terkadang diam adalah sikap yang paling bijak.

Minggu, 28 Juli 2019

BURUNG BERSAYAP SEBELAH

Seorang teman dengan potensi tinggi, mengeluh berat setelah pindah-pindah kerja di lebih dari lima tempat. Tadinya, saya pikir ia mencari penghasilan yang lebih tinggi. Setelah mendengarkan dengan penuh empati, rekan ini rupanya mengalami kesulitan dengan lingkungan kerja. Di semua tempat kerja sebelumnya, dia selalu bertemu dengan orang yang tidak cocok. Di sini tidak cocok dengan atasan, di situ bentrok dengan rekan sejawat, di tempat lain malah diprotes bawahan. Kalau rekan di atas berhobi pindah-pindah kerja, seorang sahabat saya yang lain punya pengalaman yang lain lagi. Setelah berganti istri sejumlah tiga kali, dengan berbagai alasan yang berbau tidak cocok, ia kemudian merasa capek dengan kegiatan berganti-ganti pasangan ini. Seorang pengusaha berhasil punya pengalaman lain lagi. Setiap kali menerima orang baru sebagai pimpinan puncak, ia senantiasa semangat dan penuh optimis. Seolah-olah orang baru yang datang pasti bisa menyelesaikan semua masalah. Akan tetapi, begitu orang baru ini berumur kerja lebih dari satu tahun, maka mulailah kelihatan busuk-busuknya. Dan ia pun mulai capek dengan kegiatan berganti-ganti pimpinan puncak ini. Digabung menjadi satu, seluruh cerita ini menunjukkan bahwa kalau motif kita mencari pasangan - entah pasangan hidup maupun pasangan kerja - adalah mencari orang yang cocok di semua bidang, sebaiknya dilupakan saja. Bercermin dari semua inilah, maka fundamen paling dasar dari manajemen sumber daya manusia adalah manajemen perbedaan. Yang mencakup dua hal mendasar : menerima perbedaan dan mentransformasikan perbedaan sebagai kekayaan. Sayangnya, kendati idenya sederhana, namun implementasinya memerlukan upaya yang tidak kecil. Ini bisa terjadi, karena tidak sedikit dari kita yang menganggap diri seperti burung yang bersayap lengkap. Bisa terbang (baca : hidup dan bekerja ) sendiri tanpa ketergantungan pada orang lain. Padahal, meminjam apa yang pernah ditulis Luciano de Crescendo, kita semua sebenarnya lebih mirip dengan burung yang bersayap sebelah. Dan hanya bisa terbang kalau mau berpelukan erat-erat bersama orang lain. Anda boleh berpendapat lain, namun pengalaman, pergaulan dan bacaan menunjukkan dukungan yang amat kuat terhadap pengandaian burung bersayap sebelah terakhir. Di perusahaan, hampir tidak pernah saya bertemu pemimpin berhasil tanpa kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Di keluarga, tidak pernah saya temukan keluarga bahagia tanpa kesediaan sengaja untuk 'berpelukan' dengan anggota keluarga yang lain. Di tingkat pemimpin negara, orang sehebat Nelson Mandela dan Kim Dae Jung bahkan mau berpelukan bersama orang yang dulu pernah menyiksanya. Lebih-lebih kalau kegiatan berpelukan ini dilakukan dengan penuh cinta. Ia tidak saja mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, mentransformasikan kegagalan menjadi keberhasilan, namun juga membuat semuanya tampak indah dan menyenangkan. Makanya, penulis buku Chicken Soup For The Couple Soul mengemukakan, cinta adalah rahmat Tuhan yang terbesar. Demikian besarnya makna dan dampak cinta, sampai-sampai ia tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Rugi besarlah manusia yang selama hidupnya tidak pernah mengenal cinta. Ia seperti pendaki gunung yang tidak pernah sampai di puncak gunung. Capek, lelah, penuh perjuangan namun sia-sia. Ini semua, mendidik kita untuk hidup dengan pelukan cinta. Di pagi hari ketika baru bangun dan membuka jendela, kita sebaiknya senantiasa berterima-kasih akan pagi yang indah. Dan mencari-cari lambang cinta yang bisa kita peluk. Entah itu pohon bonsai di halaman rumah, ikan koi di kolam, atau suara anak yang rajin menonton film kartun. Begitu keluar dari kamar tidur, akan indah sekali hidup ini rasanya kalau saya mencium anak, atau istri. Melihat burung gereja yang memakan nasi yang sengaja diletakkan di pinggir kali, juga menghasilkan pelukan cinta tersendiri. Demikian juga dengan di kantor, godaan memang ada banyak sekali. Dari marah, stres, frustrasi, egois sampai dengan nafsu untuk memecat orang. Namun, begitu kita ingat karyawan dan karyawati bawah yang bekerja penuh ketulusan, dan menghitung jumlah perut yang tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan, energi pelukan cinta entah datang dari mana. Kembali ke pengandaian awal tentang burung dengan sebelah sayap, Tuhan memang tidak pernah melahirkan manusia yang sempurna. Kita selalu lebih di sini dan kurang di situ. Atau sebaliknya. Kesombongan atau keyakinan berlebihan yang menganggap kita bisa sukses sendiri tanpa bantuan orang lain, hanya akan membuat kita bernasib sama dengan burung yang bersayap sebelah, namun memaksa diri untuk terbang. Sepintar dan sehebat apa pun kita, tetap kita hanya akan memiliki sebelah sayap. Mau belajar, berjuang, berdoa, bermeditasi atau sebesar dan sehebat apa pun usaha kita, semuanya akan diakhiri dengan jumlah sayap yang hanya sebelah. Oleh karena alasan inilah, saya selalu ingat pesan seorang rekan untuk memulai kehidupan setiap hari dengan pelukan. Entah itu memeluk anak, memeluk istri, memeluk kehidupan, memeluk alam semesta, memeluk Tuhan atau di kantor memulai kerja dengan 'memeluk' orang lain. BURUNG BERSAYAP SEBELAH

Sabtu, 02 Februari 2019

Rayap Kayu Kapal

Dikisahkan dua orang laki-laki bekerja keras membuat sebuah perahu. Ketika sedang sibuk bekerja mereka berdua menemukan rayap disebuah papan. Salah seorang dari mereka kemudian ingin membuang papan itu tapi temannya melarang. Dia berkata, ”kenapa papan ini dibuang? Kan sayang. Lagipula tidak ada masalah. Cuma kena rayap sedikit saja.” Harga papan ini lumayan mahal loh.... Karena tidak ingin mengecewakan temannya, papan yang ada rayapnya pun digunakan untuk membuat perahu. Selang beberapa hari, perahu pun selesai dan sudah bisa digunakan untuk melayari lautan. Tapi beberapa bulan kemudian, rayap-rayap itu ternyata bertelur dan menetas. Rayap-rayap itu kemudian menggerogoti kayu kapal. Bahkan rayap-rayap itu menyebar kemana-mana hingga memakan kayu yang ada di lambung kapal. Kapal terus digunakan dan tak seorang pun sadar hingga akhirnya, kayu-kayu perahu itu pun mulai keropos. Dan, ketika dihantam oleh ombak besar, air berhasil menembus masuk dari celah-celah dan lubang-lubang kayu. Karena hujan juga sering turun dengan deras, para awak perahu tidak mampu lagi menguras air yang masuk ke dalam perahu sehingga akhirnya perahu itu karam. Di dalamnya terdapat barang-barang berharga dan nyawa manusia. .... Sahabatku, Kalau saja kita sadar bahwa malapetaka besar ini sebenarnya berasal dari hal yang remeh dan tidak berharga seperti papan yang sudah kena rayap. Kalau saja ketika membuat perahu dahulu papan itu dibuang, tentu saja malapetaka ini bisa dicegah. Dan, begitulah kalau pada kenyataannya kita sering tidak sadar kalau perbuatan-perbuatan kesalahan kecil dan remeh yang kita lakukan kadang-kadang justru malah menimbulkan malapetaka besar. orang bijak pernah berkata :"Berhati-hatilah dan berhematlah atas pengeluaran-pengeluaran kecil. kebocoran kecil bisa membuat kapal tenggelam."

Sabtu, 26 Januari 2019

Balap Empat Babak Kelinci melawan Kura-kura

Suatu pagi, di sebuah hutan, kelinci dan kura-kura bertemu dekat sebuah sungai. Mereka berjemur dan mengobrol. Kelinci mulai membangga-banggakan dirinya sendiri. “Kura-kura, kau tahu? Aku adalah pelari tercepat di dunia,” kata kelinci sombong. “Eh, sembarangan. Ayo kita buktikan. Kita balap 4 babak balap lari. Bagaimana? Kau berani?” tantang kura-kura. Kelinci semakin tertawa terbahak-bahak, “Ha ha ha, baiklah jika itu maumu. Akan kubuktikan bahwa aku pelari tercepat di dunia. Bukan kau.” “Oke! Aku juga akan buktikan,” kata kura-kura mantap. Sebenarnya kura-kura tahu ia tidak akan menang adu lari melawan kelinci. Tapi, ia ingin memberi pelajaran kepada kelinci yang sombong. 1. Babak pertama Kelinci berlari sangat cepat, dan kura-kura tertinggal jauh di belakang. Melihat kura-kura yang tertatih berjalan lambat, membuat kelinci terlena. Kelinci memutuskan untuk beristirahat sebelum garis akhir, dan jatuh tertidur. Dan kura-kura bisa melewati kelinci mendahului ke garis akhir. Kura-kura memenangi babak pertama. 2. Babak kedua Mengingat kekalahan pada babak pertama, kelinci berlari tanpa henti meninggalkan kura-kura jauh di belakang, dan mencapai garis akhir. Kelinci memenangi babak kedua. 3. Babak ketiga Kali ketiga, kura-kura mengatakan kalau di babak ini dia yang menentukan rute lari. Kelinci dengan sombong menyanggupi. Setelah berlari cepat, kelinci terhenti di pinggir sungai. Rupanya dalam jalur ini kelinci harus menyeberangi sungai. Dan kelinci tidak dapat berenang termangu di pinggir sungai. Hingga terlewati oleh kura-kura yang bisa berenang. Kura-kura memenangi babak ketiga. 4. Babak keempat Untuk babak keempat. Kura-kura mengajak kerja sama. Di jalur darat, kelinci menggendong kura-kura. Di sungai, kura-kura berenang menggendong kelinci. Akhirnya kelinci dan kura-kura dapat menyelesaikan lomba bersama-sama. Menang bersama-sama... Silakan nilai sendiri nilai dari tiap babak...

Selasa, 08 Januari 2019

Orang buta dan Lentera

Suatu ketika, seorang buta hendak pulang dari rumah sahabatnya. Ketika ia akan pulang, hari sudah malam. Sahabatnya tersebut kemudian membekali orang buta ini dengan sebuah lentera. Orang buta itu tertawa dan bertanya, “Buat apa saya membawa lentera? Dengan atau tanpanya, saya memang tak bisa melihat! Sudah, tak perlulah saya membawa lentera itu!.” Sang sahabat itu kemudian dengan lembut menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihatmu dan tidak menabrakmu saat berjalan.” Setelah perdebatan singkat, orang buta itu setuju untuk membawa lentera. Baru berjalan selama lima menit, ada orang yang menabraknya. Orang buta yang kaget ini berkata dengan tidak senang, “ Hei! Kamu kan punya mata! Berilah jalan untuk orang buta!” Tanpa menjawab, orang itu berlalu. Baru berjalan lagi selama 10 menit, ada orang lain yang menabraknya. Orang buta ini makin marah dan berkata, “Kamu buta ya? Tidak bisa lihat? Aku sudah bawa lentera mengapa masih kau tabrak?” Orang itu kemudian menjawab dengan sama marahnya, “Kamu itu yang buta! Apa kamu tidak tahu bahwa lenteramu sudah padam?” Si buta itu terdiam sejenak lalu setelah sang penabrak sadar denga situasinya, ia langsung berkata, “Astaga, maaf sekali. Sayalah yang buta karena tidak menyadari bahwa Anda tak bisa melihat. Mari saya bantu untuk menyalakan lagi lentera Anda.” Orang buta ini kemudian juga meminta maaf karena sudah berkata kasar dan tidak sadar bahwa lenteranya telah mati. Mereka kemudian berpamitan dengan sopan lalu melanjutkan perjalanan masing-masing. Setelah berjalan kurang lebih lima menit, orang buta ini ditabrak lagi oleh orang lain. Tak mau mengulangi kesalahan yang sama, orang buta ini bertanya dengan sopan, “Maaf, apakah lentera saya padam sehingga Anda tak bisa melihat saya?” Lucunya, penabrak itu justru berkata, “Wah, justru saya juga hendak menanyakan hal itu!” Dua orang ini kemudian terdiam sesaat lalu si buta bertanya, “Apakah Anda buta?” Penabrak itu berkata, “Ya!” Setelah itu mereka berdua pun tertawa bersama menertawakan kebutaan mereka. Dua orang ini kemudian saling bantu menemukan lentera yang jatuh gegara tabrakan tadi. Saat sedang mencari-cari dalam gelap, ada orang yang lewat dan tidak membawa lentera. Hampir saja ia menabrak dua orang buta itu. Untung ia tidak menabraknya. Ia langsung berlalu karena tak tahu bahwa keduanya buta. Orang ini hanya berpikir, “Saya tentu butuh membawa lentera supaya tidak menabrak orang lain. Jika ada yang membutuhkan cahaya, saya juga bisa meminjamkan padanya.” Apa makna dari cerita ini? Lentera di sini menggambarkan kebijaksanaan. Membawa lentera berarti memiliki dan mengamalkan kebijaksanaan dalam hidup. Sama halnya dengan lentera, kebijaksanaan dapat melindungi kita dari berbagai macam rintangan dan ‘tabrakan’ yang mungkin terjadi dalam perjalanan hidup. ____________________________________ Lalu apa makna perjalanan si orang buta tadi? Awalnya, si buta mewakili orang yang benar-benar gelap batinnya. Ia angkuh, bebal, egois, dan penuh kemarahan. Jika ada kesalahan, ia selalu menunjuk orang lain. Ia tak sadar bahwa kesalahan sebenarnya juga banyak pada diri sendiri. Namun seiring dengan berjalannya waktu, ia mulai belajar bahwa apa yang awalnya ia yakini tidaklah benar. Si buta ini menjadi lebih bijak setelah mengalami sejumlah peristiwa. Ia lebih rendah hati dan merasa bahwa dalam dirinya juga ada banyak kesalahan. Ia menjadi rendah hati karena sadar akan kebutaannya dan sadar akan kebutuhannya akan bantuan orang lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf. Penabrak pertama mewakili orang pada umumnya. Mereka tak sadar dan tak peduli dengan apapun yang terjadi. Penabrak kedua mewakili orang yang bertentangan dengan kita. Mereka sebenarnya bisa menunjukkan kesalahan kita dan bisa menjadi guru-guru terbaik untuk kita. Beranikah kita dibenahi oleh orang lain? Orang buta kedua mewakili mereka yang sama gelap batinnya dengan kita. Jangan sampai kita meminta pertolongan dari orang yang sama-sama buta dan tak punya lentera. Lalu orang terakhir menggambarkan mereka yang masih buta namun sadar akan pentingnya lentera kebijaksanaan. Siapakah diri kita dalam kisah ini? Sudahkah kita memiliki atau mencari lentera kebijaksanaan dalam hidup?