Senin, 27 Agustus 2012

Keajaiban Cinta

Kisah ini terjadi di Beijing China, seorang gadis bernama Yo Yi Mei memiliki cinta terpendam terhadap teman karibnya di masa sekolah. Namun ia tidak pernah mengungkapkannya, ia hanya selalu menyimpan di dalam hati dan berharap temannya bisa mengetahuinya sendiri. Tapi sayang temannya tak pernah mengetahuinya, hanya menganggapnya sebagai sahabat, tak lebih.

Suatu hari Yo Yi Mei mendengar bahwa sahabatnya akan segera menikah hatinya sesak, tapi ia tersenyum “Aku harap kau bahagia“. Sepanjang hari Yo Yi Mei bersedih, ia menjadi tidak ada semangat hidup, tapi dia selalu mendoakan kebahagiaan sahabatnya.

12 Juli 1994 sahabatnya memberikan contoh undangan pernikahannya yang akan segera dicetak kepada Yi mei, ia berharap Yi Mei akan datang, sahabatnya melihat Yi Mei yang menjadi sangat kurus & tidak ceria bertanya “Apa yang terjadi dengamu, kau ada masalah?”

Yi mei tersenyum semanis mungkin ”Kau salah lihat, aku tak punya masalah apa apa, wah contoh undanganya bagus, tapi aku lebih setuju jika kau pilih warna merah muda, lebih lembut…” Ia mengomentari rencana undangan sahabatnya tesebut.

Sahabatnya tersenyum “Oh ya, ummm aku kan menggantinya, terimakasih atas sarannya Mei, aku harus pergi menemui calon istriku, hari ini kami ada rencana melihat lihat perabotan rumah… daag“. Yi Mei tersenyum, melambaikan tangan, hatinya yang sakit.

18 Juli 1994 Yi Mei terbaring di rumah sakit, Ia mengalami koma, Yi Mei mengidap kanker darah stadium akhir. Kecil harapan Yi Mei untuk hidup, semua organnya yang berfungsi hanya pendengaran, dan otaknya, yang lain bisa dikatakan “Mati“ dan semuanya memiliki alat bantu, hanya mukjizat yang bisa menyembuhkannya.

Sahabatnya setiap hari menjenguknya, menunggunya, bahkan ia menunda pernikahannya. Baginya Yi Mei adalah tamu penting dalam pernikahannya. Keluaga Yi Mei sendiri setuju memberikan “Suntik Mati“ untuk Yi Mei karena tak tahan melihat penderitaan Yi Mei.

10 Desember 1994 Semua keluarga setuju besok 11 Desember 1994 Yi Mei akan disuntik mati dan semua sudah ikhlas, hanya sahabat Yi Mei yang mohon diberi kesempatan berbicara yang terakhir, sahabatnya menatap Yi Mei yang dulu selalu bersama.

Ia mendekat berbisik di telinga Yi Mei “Mei apa kau ingat waktu kita mencari belalang, menangkap kupu kupu?… kau tahu, aku tak pernah lupa hal itu, dan apa kau ingat waktu disekolah waktu kita dihukum bersama gara gara kita datang terlambat, kita langganan kena hukum ya?”

“Apa kau ingat juga waktu aku mengejekmu, kau terjatuh di lumpur saat kau ikut lomba lari, kau marah dan mendorongku hingga aku pun kotor?… Apakah kau ingat aku selalu mengerjakan PR di rumahmu?… Aku tak pernah melupakan hal itu…“

“Mei, aku ingin kau sembuh, aku ingin kau bisa tersenyum seperti dulu, aku sangat suka lesung pipitmu yang manis, kau tega meninggalkan sahabatmu ini?….” Tanpa sadar sahabat Yi Mei menangis, air matanya menetes membasahi wajah Yi Mei.

“Mei… kau tahu, kau sangat berarti untukku, aku tak setuju kau disuntik mati, rasanya aku ingin membawamu kabur dari rumah sakit ini, aku ingin kau hidup, kau tahu kenapa?… karena aku sangat mencintaimu, aku takut mengungkapkan padamu, takut kau menolakku“

“Meskipun aku tahu kau tidak mencintaiku, aku tetap ingin kau hidup, aku ingin kau hidup, Mei tolonglah, dengarkan aku Mei … bangunlah…!!“ Sahabatnya menangis, ia menggengam kuat tangan Yi Mei “Aku selalu berdoa Mei, aku harap Tuhan berikan keajaiban buatku, Yi Mei sembuh, sembuh total. Aku percaya, bahkan kau tahu?.. aku puasa agar doaku semakin didengar Tuhan“

“Mei aku tak kuat besok melihat pemakamanmu, kau jahat…!! kau sudah tak mencintaiku, sekarang kau mau pergi, aku sangat mencintaimu… aku menikah hanya ingin membuat dirimu tidak lagi dibayang-bayangi diriku sehingga kau bisa mencari pria yang selalu kau impikan, hanya itu Mei…“

“Seandainya saja kau bilang kau mencintaiku, aku akan membatalkan pernikahanku, aku tak peduli… tapi itu tak mungkin, kau bahkan mau pergi dariku sebagai sahabat“

Sahabat Yi mei berbisik ”Aku sayang kamu, aku mencintaimu” suaranya terdengar parau karena tangisan. Dan apa yang terjadi?…. Its amazing !! ”CINTA“ bisa menyembuhkan segalanya.

7 jam setelah itu dokter menemukan tanda tanda kehidupan dalam diri Yi Mei, jari tangan Yi Mei bisa bergerak, jantungnya, paru parunya, organ tubuhnya bekerja, sungguh sebuah keajaiban !! Pihak medis menghubungi keluarga Yi Mei dan memberitahukan keajaiban yang terjadi. Dan sebuah mujizat lagi… masa koma lewat…. pada tgl 11 Des 1994.

14 Des 1994 saat Yi Mei bisa membuka mata dan berbicara, sahabatnya ada disana, ia memeluk Yi Mei menangis bahagia, dokter sangat kagum akan keajaiban yang terjadi. “Aku senang kau bisa bangun, kau sahabatku terbaik“ sahabatnya memeluk erat Yi Mei .

Yi Mei tersenyum “Kau yang memintaku bangun, kau bilang kau mencintaiku,tahukah kau aku selalu mendengar kata-kata itu, aku berpikir aku harus berjuang untuk hidup“ “Lei, aku mohon jangan tinggalkan aku ya, aku sangat mencintaimu” Lei memeluk Yi Mei “Aku sangat mencintaimu juga“.

17 Februari 1995 Yi Mei & Lei menikah, hidup bahagia dan sampai dengan saat ini pasangan ini memiliki 1 orang anak laki laki yang telah berusia 14 tahun. Kisah ini sempat menggemparkan Beijing.

----
Dari kisah ini kita bisa belajar tentang dua hal penting: komunikasi dan asumsi. Betapa banyak orang menderita hidupnya hanya karena dua hal ini, salah asumsi dan salah komunikasi. Buang jauh-jauh asumsi, dan utamakan komunikasi.

Komunikasikan keinginan, perasaan, pikiran kita dengan sebaik mungkin entah itu di rumah, di lingkungan kerja, di sekolah, di mana pun juga. Jika kita mampu memanfaatkan kekuatan komunikasi ini dengan baik, hidup kita akan terasa lebih mudah dan mungkin malah lebih baik.

Sabtu, 25 Agustus 2012

Menunggu Tuhan


Adalah seorang tukang sepatu yang bernama Martin Avdeich, dia tinggal di satu apartemen bawah tanah dengan satu jendela kecil. Dari jendela itulah dia bisa melihat orang yang lalu lalang dari kakinya. Martin yang karena pekerjaannya sebagai tukang sepatu, tidaklah sulit buat dia mengenali orang yang lalu lalang itu dari sepatu yang dipakainya. Martin adalah pekerja keras, dia tidak pernah menipu pelanggannya, dia selalu menggunakan bahan terpilih untuk membuat sepatu, dia juga selalu tepat janji, pendek kata Martin selain pekerja keras juga pekerja yang baik.
Martin pernah mengalami kekecewaan dengan Tuhan saat istri dan anak-anaknya meninggal, di tengah kekecewaannya dia pernah minta supaya Tuhan juga memanggilnya, karena dia sudah tidak melihat arti hidupnya ini. Di saat keadaan yang paling susah itulah dia bertemu orang yang mengingatkan kalau Tuhan sudah memberinya hidup, dan mengingatkan Martin bahwa hidupnya harus diberikan kepada Tuhan. Di tengah ketidak mengertiannya dan usahanya bagaimana caranya memberikan hidup untuk Tuhan, tiba-tiba dia bermimpi, mendengar suara Tuhan, “Martin … Martin .. berjaga-jagalah Aku akan datang ke tempatmu esok”.
Besoknya Martin menanti-nanti. Kadang-kadang ia berpikir suara itu hanya mimpi, kadang-kadang ia meyakini ia benar-benar mendengar suara itu. Martin duduk di samping jendelanya sambil bekerja. Tiap kali dia menatap ke jalan menunggu Tuhan datang. Akhirnya dari jendelanya Martin melihat orang berpakaian usang, dengan sepatu penuh jahitan dan sebuah sekop di tangan. Dari sepatunya Martin tahu bahwa orang tua itu Stephanich, orang miskin yang menumpang di rumah orang lain dan melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil seperti membersihkan salju. Ia mulai membersihkan salju di depan jendela Martin. Martin mengamati Stephanich sampai Stepanich meletakkan sekop, dan kelihatan menggigil mencari tempat istirahat dan berlindung dari hawa dingin. Orang tua ini kelihatan sangat rapuh. Martin mengundangnya masuk. Stephanich begitu gemetar sampai hampir jatuh waktu masuk. “Masuklah ke dalam dan aku punya teh hangat,” demikian seru Martin kepada Stepanich. Stepanich yang ragu-ragu masuk ke rumahnya bertanya apakah Martin sedang menunggu seseorang? Martin menjawab, “Saya sebenarnya malu untuk mengatakan pada anda bahwa memang saya sedang menunggu Tuhan, seperti yang saya pahami melalui Alkitab bahwa betapa betapa besar kasih Tuhan sampai Dia mau turun ke bumi”. Begitulah Martin bukan hanya memberikan teh tetapi juga bagian makan siangnya yang sangat sederhana. Stephanich pamit dengan air mata di pipi karena rasa terimakasihnya yang dalam.
Martin menunggu lagi. Berbagai orang lewat lalu lalang. Tuhan belum juga muncul. Sampai dilihatnya seorang wanita miskin dengan bayinya. Wanita ini hanya berpakaian musim panas, wanita ini tidak punya uang untuk menebus syal nya yang digadaikan. Martin bangkit dan memanggil wanita itu untuk masuk kerumahnya. Martin menyambut wanita dan bayinya ini. Memasak bubur untuk bayi itu dari persediaannya yang tipis dan memberikan uang kepada wanita itu supaya ia bisa menebus syal yang dia gadaikan untuk memberi makan bayinya. Ia juga memberikan satu-satunya mantel cadangannya yang juga sudah tua dan benangnya yang sudah menipis. Wanita miskin tersebut mengambil pemberian Martin dengan air mata yang berlinang.
Martin, duduk lagi, hari mulai sore. Dia makan sisa makanan yang masih tersedia, bekerja lagi. Tapi dia tetap berkali-kali memandang ke jalan. Menunggu dan menunggu datangnya Tuhan.
Tidak lama seorang wanita tua penjual apel lewat. Punggungnya menggendong kayu bakar, dan tangannya menjinjing keranjang dagangan yang hanya berisi beberapa butir apel. Kayu bakarnya sangat berat sehingga ia berhenti, membetulkan gendongannya. Ia meletakkan keranjangnya di tanah. Tiba-tiba seorang anak laki-laki kecil lari dan mengambil beberapa apel. Tapi nenek ini dengan cekatan menjambret baju anak itu.
Nenek itu menarik rambut anak kecil itu dan berteriak akan membawa dia ke kantor polisi. Martin meminta-minta agar si nenek tidak membawa anak itu ke polisi. Martin akan membayar apelnya.
Akhirnya nenek melepaskan pegangannya dan anak itu langsung melarikan diri. Martin menangkapnya dan berkata, “Mintalah maaf kepada nenek itu, dan saya tidak ingin melihat engkau mengambil apelnya lagi”.
Anak itu minta maaf. Malahan dia menawarkan diri mengangkat kayu bakar si nenek. Mereka berjalan berdampingan.
Martin menunggu lagi, hari mulai malam. “Tampaknya hari sudah gelap”, pikir Martin. Dia membersihkan peralatannya. Menyalakan lampu. Mengambil Alkitabnya. Dan dia merenung menantikan Tuhan. Tetapi sudah malam., apakah Tuhan masih akan datang?
Martin kembali merenung akan mimpinya yang mendengar suara Tuhan, kalau Dia akan datang kerumahnya… Tiba -tiba dia mengalami situasi yang sama dalam mimpinya, dia mendengar lagi suara yang berkata di telinganya “Martin … Martin, apakah kamu tidak mengenal aku?”
“Siapa?” tanya Martin ,
“Aku”,  jawab suara itu. Di tengah kegelapan malam Martin melalui kaca jendelanya samar-samar melihat Stephanich yang tersenyum.
“Ini adalah Aku”, terdengar ada suara itu lagi, dan Martin sama-samar melihat wanita tua dan bayinya dan lenyap.
“Ini adalah Aku”, terdengar suara lagi, dan Martin samar-samar melihat wanita tua dan apelnya bersama dengan anak laki-laki.
Melihat itu jiwa Martin gembira karena dia teringat apa yang tertulis di Alkitabnya, “Sebab pada waktu Aku lapar, kalian memberi Aku makan, dan pada waktu Aku haus, kalian memberi Aku minum. Aku seorang asing, kalian menerima Aku di rumahmu. Aku tidak berpakaian, kalian memberikan Aku pakaian. Aku sakit, kalian merawat Aku. Aku dipenjarakan, kalian menolong Aku.”
Impian Martin menjadi kenyataan, Tuhan memang sudah datang dan makan bersamanya hari itu. Martin akhirnya boleh mengerti, makna ayat ini: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.” (Matius 25:45).
Cerita ini diambil dari “Where Love Is, God Is” karangan Leo Tolstoy, 1885. Cerita yang dari 14 halaman, dicoba diringkas menjadi 1 halaman, mudah-mudahan pesannya masih bisa kita nikmati sebagai renungan Natal. 
Refleksi:
Jikalau 2000 tahun yang lalu Tuhan hadir ke dunia dalam bayi Jesus, saat ini Tuhan bisa hadir diantara kita melalui orang -orang di sekitar kita, bukalah pintu hati kita, sama seperti Martin Avdeich yang selalu menyambut hangat sesamanya. Keinginan Tuhan datang ke dunia ini adalah untuk menghampiri dan melayan orang-orang yang miskin dan menderita, terutama mereka yang miskin secara rohani.  “Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” -Markus  2:17.

Kekayaan, Kesuksesan dan Kasih Sayang


Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah dari perjalanannya keluar rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: “Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut”.
Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, “Apakah suamimu sudah pulang?”
Wanita itu menjawab, “Belum, dia sedang keluar”.
“Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali”, kata pria itu.
Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, “Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini”.
Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
“Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama”, kata pria itu hampir bersamaan.
“Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.
Salah seseorang pria itu berkata, “Nama dia Kekayaan,” katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, “sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-Sayang. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu.”
Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. “Ohho…menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.”
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, “sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita.”
Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. “Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang.”
Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. “Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita.”
Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. “Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini.”
Si Kasih-sayang berdiri, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.
“Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?”
Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. “Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun Kasih sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini.” 
Refleksi:
Banyak orang terlalu fokus pada pencarian kekayaan dan terlalu sibuk pada aktivitas pekerjaan dan lupa untuk memperhatikan hal-hal rohani yang sessungguhnya akan sangat bermanfaat bagi totalitas kehidupannya. Di dunia ini juga banyak pilihan-pilihan, sebagian pilihan menawarkan kesuksesan dan kekayaan, sebagian pilihan menawarkan kehadiran dan pertolongan Tuhan. Namun kebanyakan orang kehilangan Allah ketika mereka hanya memilih kesuksesan atau kekayaan. Padahal Tuhan telah berjanji, apabila orang percaya memilih untuk mencari kerajaan Allah dan kebenarannya maka semua hal-hal yang diperlukan akan ditambahkan kepada mereka yang sungguh-sungguh mencari-Nya.
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Matius 6:33

Burung Gagak dan Kendi


Pada suatu musim yang sangat kering, saat itu hampir semua binatang mengalami kesulitan untuk mendapatkan air untuk diminum. Demikianlah juga dialami oleh burung-burung, sekali pun  mereka dapat terbang ternyata sangat sulit mendapatkan sedikit air untuk diminum.
Ada seekor burung gagak yang menemukan sebuah kendi yang berisi sedikit air di dalamnya. Tetapi ternyata kendi tersebut merupakan sebuah kendi yang bentuknya agak tinggi dan dengan leher kendi sempit. Bagaimana pun juga burung gagak tersebut berusaha untuk mencoba meminum air yang berada dalam kendi, namun dia tetap tidak dapat mencapainya. Burung gagak tersebut hampir merasa putus asa dan merasa akan meninggal karena kehausan.
Tahukah Anda bahwa burung gagak memiliki kecerdikan tersendiri di banding burung lain pada umumnya? Maka kemudian muncul sebuah ide dalam benak burung gagak tersebut. Burung itu dengan tekun mulai mengambil batu-batu kerikil kecil yang ada di samping kendi, kemudian menjatuhkannya ke dalam kendi satu persatu. Setiap kali burung gagak itu memasukkan kerikil ke dalam kendi, permukaan air dalam kendi pun berangsur-angsur naik dan bertambah tinggi hingga akhirnya air tersebut dapat di capai oleh sang burung Gagak, dan ia pun selamat dari kehausan. (Aesop)
Refleksi:
Walaupun dengan pengetahuan sedikit namun jika dipergunakan dengan maksimal, pengetahuan tersebut dapat menolong diri kita pada saat yang tepat. Bukankah banyak keberhasilan besar terjadi karena ide-ide yang awalnya sangat sederhana namun jika dikembangkan akan memberi dampak yang besar.
BUKAN DIMANA ANDA MULAI YANG PENTING, TETAPI JIKA ANDA SUDAH MEMULAI, ITU YANG PENTING. JOE SABATH MENGATAKAN “ANDA TIDAK PERLU MENJADI HEBAT UNTUK MEMULAI, TETAPI ANDA HARUS MULAI UNTUK MENJADI HEBAT.”

Hati Seekor Tikus


Seekor tikus, merasa hidupnya sangat tertekan karena takut pada kucing. Ia lalu menemui seorang penyihir sakti untuk meminta tolong mengubahnya menjadi seekor kucing. Penyihirpun memenuhi keinginannya.
Namun setelah menjadi kucing, kini ia begitu ketakutan pada anjing. Kembali iapun menemui penyihir sakti itu dan meminta mengubahnya menjadi seekor anjing.
Tak lama kemudian, setelah menjadi anjing,iapun ketakutan dengan singa, dan meminta diubah menjadi singa. Lagi-lagi keinginannyapun terpenuhinya.
Apa yang terjadi kini? Ia sangat ketakutan pada pemburu, dan meminta pada penyihir untuk untuk diubah menjadi seorang pemburu. Kali ini penyihir itu menolaknya dan berkata: “Selama kau masih berhati tikus, tak peduli bagaimanapun bentukmu, kau tetaplah seekor tikus yang pengecut”
          Ya, kita adalah apa yang ada di dalam hati kita, bentuk luar, tingkah laku, dan lain sebagainya hanyalah tempelen yang dapat menuembunyikan kita yang sejati.

Mampukah Kita Mencintai Istri Tanpa Syarat???

MAMPUKAH KITA MENCINTAI ISTRI KITA TANPA SYARAT???

Ini cerita Nyata, beliau adalah Bp. Eko Pratomo, Direktur Fortis Asset Management yg sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dlm memajukan industri Reksadana di Indonesia . 
Apa yg diutarakan beliau adalah Sangat Benar sekali. Silahkan baca dan dihayati.

*MAMPUKAH KITA MENCINTAI TANPA SYARAT* - - - sebuah perenungan


Buat para suami baca ya..... istri & calon istri juga boleh.. Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa,setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.  Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya  didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia   selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah  dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.  Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata " Pak kami ingin sekali merawat ibu semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak....... ..bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu". dengan air mata berlinang anak itu melanjutkankata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian".

Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka. "Anak2ku ......... Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah..... tapi ketahuilah dengan adanya  ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian.. sejenak kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti Ini.

Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih sakit."

Sejenak meledaklah tangis anak2 pak suyatno merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno.. dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.. Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiunTV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa2.. disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah Pak Suyatno bercerita.

"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga,  pikiran, perhatian ) adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat   saya mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2.. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama..dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,," 

Rabu, 22 Agustus 2012

Kasih vs Dendam vs Pengampunan

Sebenarnya Liang tidak bersalah, dia adalah petugas pemadam kebakaran yang tanpa sengaja menyebabkan suami Zhing terbunuh, sehingga dia harus dipenjara. Sesudah pembebasan, Liang datang meminta maaf kepada Zhing, dia berkata ingin membantu menyekolahkan anaknya. Zhing, ketika melihat Liang, seperti gila menarik bajunya dan memukulnya, memakinya sebagai pembunuh. Dia dan anaknya akan selalu mengingat dendam ini, dan akan membencinya seumur hidup. Akhirnya, menghadapi Zhing yang kehilangan akal sehat Liang tidak bisa berbuat apapun meninggalkan tempat itu.

Zhing setelah kehilangan suami, ekonominya menjadi susah. Iia harus menyekolahkan anaknya, demi 3 kali makan setiap hari, dia bekerja sangat keras. Anaknya di sekolah meminta bantuan keringanan, akhirnya mendapatkan orang tua asuh, setiap bulan mendapat bantuan 100 Yuan. Jumlah ini bagi mereka sudah sangat membantu, dari uang bantuan yang ditransfer dapat di lihat bahwa orang yang membantunya berasal dari kota lain.

Ketika sudah 10 kali menerima transfer uangnya, Zhing beranggapan sudah sepatutnya dia pergi ke kota mengucapkan terima kasih kepada orang yang membantunya ini, karena dia tidak kenal kepada orang yang membantunya, dia pergi ke kota mengecek orang ini tetapi alamat dan nama donatur ini ternyata palsu. Sementara setiap bulan dia menerima uang bantuan ini, sudah berjalan sampai 5 tahun dan total keseluruhannya adalah 6.000 Yuan, anaknya sudah tamat SMP, sudah masuk ke SMA.

Kejadian ini menimbulkan minat media. Para wartawan mencari alamat orang tersebutnya dan ahirnya ketemu. Dia adalah seorang wanita paruh baya, penjual sayur yang wajahnya penuh kerut. Wartawan menanyakan penjual sayur ini kenapa membantu menyekolahkan anak orang lain  selama 5 tahun, perempuan ini berkata:  “Saya bukan orang tua asuh, saya membayar hutang suami saya, ketika suami saya menjadi pemadam kebakaran tanpa sengaja menyebabkan bapak anak ini meninggal. Sejak itu suami saya merasa bersalah, dia lalu sakit keras dan sebelum meninggal ia berpesan kepada saya untuk membantu 'membayar hutangnya'  dengan cara membantu anak ini.”
“Bagaimana engkau setiap bulan mendapatkan 100 Yuan untuk membantu anak ini?” tanya wartawan.
”Saya belajar menanam sayur, setiap hari saya menjualnya ke kota, dan setiap bulan saya mendapat 200 Yuan.” Dan wanita ini menambahkan, “ Tolong jangan biarkan mereka tahu masalah ini, saya ingin menyekolahkan anak ini sampai ke perguruan tinggi.”

Zhing setelah tahu uang bantuan tersebut berasal dari'musuhnya', yang adalah wanita sama seperti dia sendiri, berniat menemui wanita ini. Mereka datang ke desa tempat kenangan pahit itu, sampai di rumah wanita penanam sayur ini,  wanita ini melihat kedatangan mereka dan segera berlutut memohon maaf. Melihat kejadian ini Zhing dan anaknya segera memapah wanita ini berdiri. Wanita ini berkata, “Saya mewakili suami saya meminta maaf kepada kalian berdua.” Zhing menangis, dia memandang rumah reyot 'musuhnya' yang lantai rumahnya terbuat dari tanah liat melihat wajah penuh kerut wanita yang demi menolong anaknya sekolah bekerja susah payah menanam sayur, pada saat itu dia sangat terharu langsung berlutut dan berkata “Kakak”.  Zhing memegang kedua tangan wanita yang selama ini membantunya secara diam2, menangis dengan sedih.

Zhing sudah lama melupakan dendam tersebut, dia menarik tangan wanita ini berkata, “Bagaimana saya bisa membalas budi baikmu?” Zhing menyuruh anaknya berlutut mengetuk kepala ke lantai mengucapkan terima kasih kepada wanita ini. Akhirnya anak Zhing berkata, “Setelah saya tamat, saya akan mencari uang untuk membiayai mama dan tante, kalian jangan khawatir.” Setelah mendengar perkataan ini kedua wanita ini berpelukan sambil menangis dengan gembira…….

Kita bisa memikul beban dendam dan kemarahan selama bertahun2 seumur hidup kita. Kita juga bisa meneruskan, mewariskan beban kemarahan dan dendam itu kepada keturunan2 kita sampai segala abad. Atau…kita sebenarnya juga bisa memutus rantai kemarahan dan dendam dengan Kasih yang diajarkan kepada kita.

Hanya kekuatan kasih yang mau memaafkan yang sungguh mampu membebaskan kita sendiri sekaligus membebaskan orang lain atas dosa dan salahnya.
"Kita bisa mengutuk tanaman tetangga yang menjorok ke pekarangan kita sebagai penyebab kotornya halaman rumah; atau menerimanya dengan syukur karena memberi peneduh dan buah2an gratis. Tergantung pada hati yang mau memaafkan...."

Senin, 20 Agustus 2012

Kepiting dalam Hidup

Mungkin banyak yang tahu wujud kepiting, tapi tidak banyak yang tahu sifat kepiting......

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah.
Kepiting itu ukurannya kecil namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu dengan mudah ditangkap di malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom/wadah, tanpa diikat.

Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus dan lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari. Yang paling menarik dari kebiasaan ini, kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat.

Namun seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri.

Resepnya hanya satu, yaitu si pemburu tahu betul sifat si kepiting.

Bila ada seekor kepiting yang hampir meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar.

Jika ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun… dan begitu seterusnya sampai akhirnya tidak ada yang berhasil keluar.

Keesokan harinya sang pemburu tinggal merebus mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.

Begitu pula dalam kehidupan ini… tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu.

Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita mengalami kesuksesan kita malahan mencurigai, jangan-jangan kesuksesan itu diraih dengan jalan yang nggak bener.

Apalagi di dalam bisnis atau hal lain yang mengandung unsur kompetisi, sifat iri, dengki, atau munafik akan semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.

Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya.

Pertanda seseorang adalah ‘kepiting’:

1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi) yang sudah lampau dan menjadikannya suatu prinsip/pedoman dalam bertindak


2. Banyak mengkritik tapi tidak ada perubahan


3. Hobi membicarakan kelemahan orang lain tapi tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk menarik kepiting-kepiting yang akan keluar dari baskom dan melupakan usaha pelolosan dirinya sendiri.

Coba renungkan berapa waktu yang Anda pakai untuk memikirkan cara-cara menjadi pemenang. Dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama. Dan gantilah waktu itu untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri Anda menjadi pribadi yang sehat dan sukses.

Selasa, 14 Agustus 2012

Tanaman Jiwa

Rumah kami terletak persis di seberang jalan berhadapan dengan sebuah klinik umum Rumah Sakit Johns Hopkins di Baltimore. Kami menempati lantai bawah, sementara ruangan lantai atas disewakan untuk pasien2 dari tempat jauh yang sering datang untuk berobat jalan di klinik tersebut. Lumayan uang sewaan bisa menambah income.

Suatu malam musim summer, saya sedang mempersiapkan makan malam ketika seseorang mengetuk pintu depan. Saya segera membuka pintu depan dan langsung melihat seorang laki2 tua dengan wajah yang (maaf) 'mengerikan'. Perkiraanku tinggi badannya tidak lebih tinggi dari anak saya yang paling kecil. Badannya yang pendek disebabkan oleh tubuhnya yang bungkuk. Yang lebih parah adalah wajahnya, …seperti udang rebus kemerahan, bengkak dan bertotol2 oleh karena semacam kanker kulit.

Namun, ketika ia mulai berbicara, suaranya terasa lembut dan menyejukkan di telingaku:
"Selamat malam. Saya sedang mencari kamar untuk menginap, hanya untuk semalam. Saya datang ke klinik dari sebelah timur pantai untuk pengobatan pagi ini; dan tidak ada bus sampai besok pagi yang ke arah tempat tinggal saya" Lalu ia menceritakan kepada saya bahwa sudah sejak siang ia mencari tempat penginapan di sekitar situ dan tidak mendapatkan satu pun kamar kosong.

"Saya kira itu disebabkan oleh wajah saya… Saya tahu wajah saya kelihatan mengerikan; tapi dokter sudah mengatakan bahwa dengan beberapa kali pengobatan lagi…." Untuk sejenak saya ragu, tapi kata2 berikutnya meyakinkan saya,
"Saya tidak keberatan untuk tidur di emperan teras sini, di kursi panjang itu. Bus yang ke arah kampung saya akan lewat sini pagi2 sekali.." Katanya sambil menunjuk kursi panjang dari kayu di teras rumah saya.

Saya terdiam sejenak, lalu mengatakan kepadanya akan berusaha mencari sebuah ranjang lipat; lalu saya bergegas masuk menyelesaikan persiapan makan malam dan ketika siap saya mengundang bapak tua itu untuk bersantap malam bersama kami.
"Tidak usah repot2.., terimakasih. Saya punya cukup makanan" Katanya dengan sopan sambil menunjukkan bungkusan kertas berwarna coklat berisi makanan di tangannya.

Selesai makan malam, saya menemui bapak tua di teras dan mencoba ngobrol dengannya beberapa menit. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan kenyataan bahwa bapak tua ini adalah seseorang dengan "hati yang besar, luas dan dalam" yang kelihatan sesak terbungkus oleh badannya yang kecil. Ia bercerita cukup banyak tentang latar belakang hidupnya; bagaimana ia bertahan hidup dengan menjadi nelayan dan memancing untuk juga menghidupi anak perempuannya.

Anak perempuannya memiliki 5 orang anak dan suamiya menderita lumpuh karena cidera tulang belakang yang tak banyak harapan untuk sembuh. Ia menceritakan semuanya tanpa menunjukkan sedikitpun nada mengeluh atau semacam minta dikasihani. Kata2 yang lebih sering keluar dari mulutnya adalah ucapan syukur kepada Tuhan untuk setiap rejeki yang masih boleh diterimanya; bersyukur bahwa tidak ada rasa sakit yang menyertai penyakit di mukanya; bersyukur masih bisa membantu membackup kehidupan keluarga anak perempuannya. Ia selalu mengatakan bersyukur Tuhan masih senantiasa memberi kekuatan untuk meneruskan hidupnya.

Menjelang waktu tidur, saya menyiapkan sebuah ranjang lipat dan perlengkapan tidur di ruang tidur anak2 untuknya. Ketika keesokan harinya saya bangun, ranjang lipat dan selimut sudah terlipat rapi dan kelihatan beberapa mainan anak2 yang berserakan sudah ditata rapi. Pak tua sudah ada di teras. Ia menolak halus ajakan untuk sarapan. Dan ketika bus yang ditunggu mulai kelihatan di kejauhan, ia mengajukan satu pertanyaan penuh harap:
"Masih bolehkah untuk pengobatan berikutnya saya numpang menginap lagi di sini? Saya tidak akan merepotkan anda; cukup saya tidur di emperan sini saja.." Ia menunda perkataannya beberapa saat lalu menambahkan:
"Anak2 anda membuat saya kerasan dan diterima di sini. Anak2 remaja dan orang dewasa seringkali terganggu dengan wajah saya; tetapi anak2 kecil mereka tidak peduli dengan itu.." Saya langsung mengatakan, pintu selalu terbuka kapanpun ia butuh tempat untuk menginap.

Kali berikutnya ia datang sekitar jam 7 pagi dengan membawa seekor ikan yang besar dan sekantong tiram2 besar yang belum pernah saya lihat selama ini. Semuanya masih segar! Ia mengatakan bahwa ia menangkapnya pagi ini dari pantai sebelum berangkat, jadi masih hidup dan segar ketika dibawa ke sini. Saya tahu persis, bus nya berangkat tidak mungkin lebih lambat dari jam 4 pagi untuk dapat sampai sini jam 7. Jadi saya tidak bisa membayangkan jam berapa ia menangkap ikan dan tiram2 itu dalam keadaan segar hanya untuk diberikan kepada kami.

Sepanjang tahun ini beberapa kali ia masih datang dan menginap di rumah kami untuk pengobatan. Tak pernah sekalipun ia datang tanpa membawa apa2. Selalu dengan ikan2 dan tiram2 segar yang besar2 dan beberapa sayuran dari hasil kebunnya. Kali berikutnya kami menerima kiriman paket berupa aneka sayuran segar dengan menggunakan paket special. Setiap helai daun nampak dibersihkan dengan seksama dan nyaris sempurna. Saya bisa membayangkan dari tempat tinggalnya setidaknya butuh 3 mil jalan kaki dan masih dengan paket special, berapa uang yang ia habiskan untuk kiriman2 itu; mengingat ia bukanlah orang yang dengan kelimpahan uang – menjadikan setiap kiriman itu sungguh berlipat nilainya dan special.

Setiap kali saya menerima pemberian2 special ini; saya selalu teringat perkataan tetangga sebelah rumah pada hari pertama ia pamit dari rumah:
"Apakah kamu mengijinkan pak tua yang menjijikkan itu menginap di rumahmu semalam? Huuuhhh…jika aku jadi kamu, tak akan kuijinkan ia untuk menginap. Itu akan membuat orang2 yang mau menginap di rumahku membatalkan niatnya.."
Mungkin saja benar satu dua kali kita akan kehilangan pelanggan2 lainnya. Tapi ohh…seandainya saja mereka tahu siapa pak tua ini…mungkin beban2 hidup mereka akan terasa jauh lebih ringan dibanding beratnya beban pak tua yang harus menanggung banyak kesukaran karena penyakitnya. Saya setidaknya bisa belajar bagaimana rasanya ketika kehadiran kita ditolak orang lain karena penyakit atau wajah kita yang buruk…yang sebenarnya bukan salah dan kehendak kita sendiri. Saya tahu betapa keluarga saya beruntung boleh mengenal bapak tua ini dan boleh belajar menerima hal2 yang buruk tanpa mengeluh dan mensyukuri anugerah hidup dengan lebih baik.

Jadi teringat ketika saya mengunjungi seorang teman yang punya green house dengan aneka tanaman bunga. Saya keheranan melihat sebuah chrysanthemum berwarna keemasan yang paling indah dari semua bunga bunga lainnya hanya diletakkan di sebuah pot yang buruk dan sudah pecah.
"Saya kekurangan pot yang kecil. Bunga itu sangat indah dan tidak akan kehilangan keindahannya dengan diletakkan di pot yang buruk. Toh hanya sementara. Nanti akan dipindahkan ke kebun yang lebih luas" kata pemilik green house.

Teman saya pasti keheranan melihat saya tertawa sendiri mendengarnya. Saya langsung teringat bapak tua yang baik hati. Ya…Tuhan tidak keberatan untuk meletakkan sebuah hati yang begitu indah di dalam tubuh seseorang bapak tua yang bungkuk, kecil dan berwajah buruk. Toh hanya untuk sementara…dan sekarang Tuhan telah memindahkan hati itu di kebun Surgawi yang luas dan jauh lebih indah… Terimakasih banyak bapak tua…( Mary Bartels Bray)

Jika kita sadar betapa tidak sempurnanya diri kita; bukankah Tuhan tak pernah keberatan untuk meletakkan nafas hidup ke dalam diri kita yang banyak kekurangan. Itu tentunya suatu kebaikan yang harus kita hargai dalam kehidupan kita yang sementara ini; sampai waktunya nanti Tuhan memindahkan "tanaman jiwa kita" ke kebun Surgawi....

Pelita Kebijaksanaan

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”
Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.
Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”
Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta.
Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”
Si buta tertegun..
Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.”
Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.”
Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita.
Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?”
Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”
Senyap sejenak.
secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?”
Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.
Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.
Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.
Orang terakhir yg lewat mewakili mereka yg cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.
Sudahkah kita sulut pelita dlm diri kita masing2? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.
Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dpt dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tdk akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.
Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yg tanpa penghalang membuahkan penciuman. Pikiran yg tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

Arti Kejujuran

Kisah yang menarik dimana tetap mempertahankan prinsip menjadi orang baik dan harapan.

David kuliah di fakultas perdagangan Arlington USA. Kehidupan kampusnya, terutama mengandalkan kiriman dana bulanan secukupnya dari orang tuanya. Entah bagaimana, sudah 2 bulan ini rumah tidak mengirimi uang ke David lagi. Di kantong David hanya tersisa 1 keping dollar saja. David dengan perut keroncongan berjalan ke bilik telepon umum, memasukkan seluruh dananya, yaitu satu keping uang logam itu, ke dalam telepon.

“Halo, apa kabar?” telpon telah tersambung, ibu David yang berada ribuan km jauhnya berbicara.
David dengan nada agak terisak berkata: “Mama, saya tidak punya uang lagi, sekarang lagi bingung karena kelaparan.”
Ibu David berkata: “Anakku tersayang, mama tahu.”
“Sudah tahu, kenapa masih tidak mengirim uang?”
David baru saja hendak melontarkan dengan penuh kekesalan pertanyaan tersebut kepada sang ibu, mendadak merasakan perkataan ibunya mengandung sebuah kesedihan yang mendalam. Firasat David mengatakan ada yang tidak beres, ia cepat-cepat bertanya, “Mama, apa yang telah terjadi di rumah?”

Ibu David berkata, “Anakku, papamu terkena penyakit berat, sudah lima bulan ini, tidak saja telah meludeskan seluruh tabungan,
bahkan karena sakit telah kehilangan tempat kerjanya, sumber penghasilan satu-satunya di rumah telah terputus. Oleh karena itu, sudah 2 bulan ini tidak mengirimimu uang lagi, Mama sebenarnya tidak ingin mengatakannya kepadamu, tetapi kamu sudah dewasa, sudah saatnya mencari nafkah sendiri.”

Ibu David berbicara sampai disitu, tiba-tiba menangis tersedu sedan. Di ujung telepon lainnya, air mata David juga “tes”, “tes” tak hentinya menetes, dan ia berpikir Kelihatannya saya harus drop out dan pulang kampung. David berkata kepada ibunya, “Mama, jangan bersedih, saya sekarang juga akan mencari pekerjaan, pasti akan menghidupi kalian.”

Kenyataan yang pahit telah membuat David terpukul hingga pusing tujuh keliling. Masih 1 bulan lagi, semester kali ini akan selesai, jikalau memiliki uang, barang 8 atau 10 dollar saja, maka David mampu bertahan hingga liburan tiba, kemudian menggunakan 2 bulan masa liburan untuk bekerja menghasilkan uang. Akan tetapi sekarang 1 sen pun tak punya, mau tak mau harus drop out.

Pada detik ketika David mengatakan “Sampai jumpa” kepada ibunya dan meletakkan gagang telpon itu, sungguh luar biasa menyakitkan, karena prestasi kuliahnya sangat bagus, selain itu ia juga menyukai kehidupan di kampus fakultas perdagangan Arlington tersebut.

Sesudah meletakkan gagang telpon, pesawat telpon umum tersebut mengeluarkan bunyi gaduh, David dengan terkejut dan terbelalak menyaksikan banyak keping dollar menggerojok keluar dari alat itu.

David berjingkrak kegirangan, segera menjulurkan tangannya menerima uang-uang tersebut. Sekarang, terhadap uang-uang itu, bagaimana menyikapinya? Hati David masih merasa sangsi, diambil untuk diri sendiri, 100% boleh,
pertama: karena tidak ada yang tahu,
ke dua: dirinya sendiri betul-betul sedang membutuhkan.
Namun setelah bolak-balik dipertimbangkan, David merasa tidak patut memilikinya. Setelah melalui sebuah pertarungan konflik batin yang hebat, David memasukkan salah satu keping dolar itu ke dalam telepon dan menghubungi bagian pelayanan umum perusahaan telepon.

Mendengar penuturan David, nona petugas pelayanan umum berkata, “Uang itu milik perusahaan telepon, maka itu harus segera dikembalikan (ke dalam mesin telepon).”

Setelah menutup telepon, David hendak memasukkan kembali keping logam uang itu, tetapi sekali demi sekali uang dimasukkan, pesawat otomat itu terus menerus memuntahkannya kembali. Sekali lagi David menelepon, dan petugas pelayanan umum yang berkata, “Saya juga tak tahu harus bagaimana, sebaiknya saya sekarang minta petunjuk atasan.”
Nada bicara David yang sendirian dan tiada yang menolong memancarkan getaran kesepian dan kuyu, nona petugas pelayanan umum sangat dapat merasakannya, menilik perkataan dari ujung telepon dia merasakan seorang asing yang bermoral baik sedang perlu dibantu.

Tak lama kemudian, nona petugas pelayanan umum menelepon ulang pesawat otomat yang sedang bermasalah itu. Dia berkata kepada David, “Saya telah memperoleh ijin dari atasan yang berkata uang tersebut untuk anda, karena perusahaan kami saat
ini tidak mempunyai cukup tenaga, tak ingin demi beberapa dollar khusus mengirim petugas ke sana.”

“Hore!”, David meloncat saking gembiranya. Sekarang, uang logam itu secara sah menjadi miliknya. David membungkukkan badannya dan dengan seksama nenghitungnya, total berjumlah 9 dollar 50 sen.
Uang sejumlah ini cukup buat David bertahan hingga bekerja memperoleh upah pertamanya pada saat liburan nanti. Dalam perjalanan ke kampus, David tersenyum terus sepanjang jalan. Ia memutuskan membeli makanan dengan menggunakan uang itu lantas mencari pekerjaan.

Dalam sekejap liburan telah tiba, David telah memperoleh pekerjaan sebagai pengelola gudang supermarket. Pada hari tersebut, David menjumpai boss perusahaan supermarket, menceritakan kepadanya tentang kejadian di telepon umum dan keinginannya untuk mencari pekerjaan. Si boss supermarket memberitahu David boleh datang bekerja setiap saat, tidak hanya pada liburan saja,
sewaktu kuliah dan tidak terlalu sibuk juga boleh bergabung, karena boss supermarket merasa David adalah orang yang tulus dan jujur, terutama adalah orang yang seksama, membenahi gudang mutlak bisa dipercaya. David bekerja dengan sangat giat, boss sangat mengapresiasinya dan juga merasa kasihan. Si boss memberinya upah dobel.

Sesudah menerima gaji, David mengirimkan keseluruhan gajinya kepada sang ibu, karena pada saat itu David sudah mendapatkan info bahwa ia berhasil memperoleh bea siswa untuk satu semester berikutnya. Sesudah 1 bulan, uang dikirim balik ke David. Sang ibu menulis di dalam suratnya: “Penyakit ayahmu sudah agak sembuh, saya juga telah mendapatkan pekerjaan, bisa mempertahankan hidup. Kamu harus belajar dengan baik, jangan sampai kelaparan.”
Sesudah membaca surat itu, David menangis lagi.
David tahu, meski orang tuanya menahan lapar, juga tidak bakal meminta uang kepada David yang sedang perlu dibantu. Setiap kali memikirkan hal ini, David berlinang bersimbah air mata, sulit menenangkan gejolak hatinya.

Setahun kemudian, David dengan lancar menyelesaikan kuliahnya.
Setelah lulus, David membuka sebuah perusahaan, tahun pertama, David sudah mengantongi laba US $ 100.000. Ia senantiasa tak bisa melupakan kejadian di telepon umum. Ia menulis surat kepada perusahaan telepon tersebut:
“Hal yang tak bisa saya lupakan untuk selamanya ialah, perusahaan anda secara tak terduga telah membantu dana US $ 9,50 kepada saya. Perbuatan amal ini, telah membuat saya batal menjadi pemuda drop out dan menuju kondisi miskin, bersamaan itu juga telah memberi saya energi tak terhingga, mendorong saya setiap saat tidak melupakan untuk berjuang. Kini saya mempunyai uang, saya ingin menyumbang balik sebanyak US $ 10.000 kepada perusahaan anda, sebagai rasa terima kasih saya.”

Boss perusahaan telpon bernama Bill membalasnya dengan surat yang dipenuhi antusiasme:
“Selamat atas kesuksesan kuliah anda dan usaha yang telah berkembang. Kami kira, uang tersebut adalah uang yang paling patut kami keluarkan. Ini bukannya merujuk pada $9,50 yang dikembalikan dengan $10.000, melainkan uang itu telah membuat seseorang memahami sebuah petuah tentang prinsip tertinggi kehidupan.”

So, di saat-saat paling sulit,
Pertama : Jangan melupakan harapan sudah ada di depan mata.
Kedua: Jangan lupa menjaga moralitas.

Setelah 20 tahun telah berlalu, bagaimana dengan David? Di kota Chicago, Amerika, terdapat sebuah gedung mewah, yang tampak luarnya menyerupai sebuah bilik telepon umum, itu adalah gedung perusahaan ADDC.
Pendiri perusahaan ADDC, Presiden Direkturnya ialah David, selain itu juga David adalah salah satu penyumbang terbesar untuk badan amal.