Jumat, 10 Agustus 2012

MENGHORMATI PERKAWINAN


MENGHORMATI PERNIKAHAN
KONSEP KELUARGA KRISTEN ITU LUAR BIASA !!!


Menghormati pernikahan bukan hanya menghormati pernikahan kita sendiri, tetapi juga pernikahan orang lain.

KEJADIAN 2 : 18
TUHAN ALLAH berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. AKU akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."

Menghormati pernikahan merupakan bagian dari menghormati ALLAH dan sesama. Karena itu, sebelum kita sampai pada bagian menghormati pernikahan, kita perlu membahas terlebih dahulu tentang menghormati ALLAH dan sesama.

ALLAH tahu bahwa manusia tidak dapat hidup seorang diri. Karena itu, ALLAH menciptakan manusia lain sebagai penolong. Ayat di atas bukan berbicara tentang hubungan dalam pernikahan saja, namun hubungan yang lebih luas dalam masyarakat. Konsep hubungan antar manusia menurut Firman TUHAN adalah saling menolong dan sepadan atau setara. Manusia perlu saling menolong karena sehebat apa pun dia, tak mungkin dapat melakukan semua hal untuk memenuhi kebutuhannya.

Setara bukan berarti sama. Sebab jika setiap manusia memiliki keahlian yang sama tentu akan sukar untuk saling melengkapi. Setara tapi berbeda. Cara penciptaan laki-laki dan perempuan pun berbeda. Manusia pertama, laki-laki, diciptakan ALLAH dari debu tanah, sedangkan manusia kedua ialah perempuan yang diciptakan ALLAH dari tulang rusuk laki-laki. Setara berarti pula harus saling menghargai. Dengan menghargai sesama kita berarti kita telah menghormati ALLAH yang menciptakan manusia.

KEJADIAN 2 : 21 - 23
2:21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.
2:22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
2:23 Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."

Setelah ALLAH menciptakan Hawa, ALLAH membawa Hawa kepada Adam. Tindakan ALLAH ini menunjukkan betapa pentingnya kita saling menghargai sesama walau berbeda (pria-wanita, beda warna kulit, ras, status sosial, dll.), sebab TUHAN-lah yang membawa orang-orang di sekitar kita kepada kita. Bayangkan bila kita membawakan makanan untuk seseorang dan orang itu membuangnya, tentu kita akan sakit hati. Tentunya TUHAN juga tidak berkenan jika kita tidak menghargai sesama yang dibawa TUHAN kepada kita.

Hawa dibawa kepada Adam bukan berarti TUHAN memaksa manusia untuk menikah. Tidak. TUHAN membawa Hawa kepada Adam supaya mereka saling menolong, untuk hidup bermasyarakat. TUHAN menjunjung tinggi hak asasi manusia. Manusia bebas menentukan pilihan, tentunya ada batasannya. Contohnya, TUHAN membebaskan manusia untuk makan semua buah yang ada di taman Eden. Batasannya, manusia tidak boleh makan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Demikian pula dengan pernikahan. TUHAN membebaskan manusia untuk menikah atau tidak. Batasannya: jika menikah, pasangannya harus orang yang seiman.

Pernyataan Adam, "Inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku," menegaskan bahwa Adam menghargai Hawa sebagai sesama seperti dirinya sendiri. Mengapa manusia cenderung bertikai ? Karena gila hormat, tak mampu saling menghormati. Kalau menganggap sesama sebagai mitra yang setara maka akan saling menghargai dan saling membutuhkan.

Nasihat di dalam Roma 12 : 10 menguatkan poin di atas, yaitu mengajak kita untuk saling mengasihi sebagai saudara, artinya mengasihi orang lain sebagai orang yang setara dengan kita. Marilah kita menerapkan nasihat ini di lingkungan gereja maupun dalam bermasyakarat.

KEJADIAN 2 : 24 - 25
2:24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
2:25 Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.

Bagi manusia yang memilih untuk menikah, ayat di atas mengajarkan konsep tentang pernikahan. Dalam pernikahan, seorang laki-laki akan meninggalkan orangtuanya dan bersatu dengan isterinya. Anak yang telah menikah "meninggalkan" orangtuanya. Artinya, orangtua, orang yang sangat dekat dengan anaknya tidak boleh ikut campur dalam pernikahan anaknya, harus menghormati pernikahan anaknya. Demikian juga orang-orang lain, baik kakak, adik, orang terdekat lainnya tidak boleh ikut campur dalam pernikahan saudaranya.

Banyak orangtua yang lupa menghormati pernikahan anak-anaknya. Yang baik menurut orangtua belum tentu baik bagi anaknya yang menjalani pernikahan. Saya sangat sedih karena beberapa waktu lalu ada jemaat yang minta dukungan doa agar perceraian anaknya berjalan lancar. Alasannya, dia tidak terima anak laki-lakinya "dibegini-begitukan" oleh isterinya. Saya bertanya apakah selama ini anaknya mengeluh ? Kalau yang bersangkutan merasa fine-fine saja, orangtua harus menghargai pernikahan anaknya. Itu adalah pilihan hidup anaknya.

Ada juga anak yang ikut campur pernikahan orangtuanya. Dalam rumah tangga yang diisi KDRT, banyak remaja laki-laki yang ingin membunuh ayahnya sendiri karena geram melihat ibunya setiap hari diperlakukan dengan buruk oleh ayahnya. Selama ibunya mau menjalaninya tanpa mengeluh, anak tidak boleh ikut campur dan harus menghargai pilihan ibunya. Anak sebagai "orang luar" hanya berhak memberikan saran dan menyerahkan segala keputusan di tangan sang ibu yang menjalani pernikahan.

Selain menghargai pernikahan orang lain, suami/istri tentu harus menghargai pernikahannya sendiri. Suami-istri "telanjang" artinya tidak ada yang dirahasiakan, tidak saling membohongi, namun saling menghargai. Menghargai pasangan bukan berarti kita membebaskannya berbuat semau-maunya. Sebagai pasangan, kita punya hak memberikan saran. Saran, bukan perintah seperti dari tuan kepada budak.

IBRANI 13 : 4
Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi ALLAH.

Yang harus menghormati pernikahan adalah kamu semua, yaitu semua orang. Baik yang sudah maupun belum menikah harus menghargai pernikahan sesamanya, dan juga menghormati pernikahannya sendiri. Sedangkan jangan mencemarkan tempat tidur termasuk dalam menghargai pernikahan sendiri.

KEJADIAN 39 : 7 - 9
39:7 Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku."
39:8 Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku,
39:9 bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"

Yusuf merupakan contoh probadi yang menghormati pernikahan. Awalnya Yusuf berstatus sebagai budak di rumah Potifar, dengan pimpinan TUHAN posisinya meningkat menjadi orang kepercayaan Potifar. Di samping posisi yang meningkat, meningkat pula perhatian istri Potifar kepada Yusuf. Istri Potifar mulai naksir Yusuf dan mengajaknya tidur. Orang yang tak beriman seperti istri Potifar tidak mampu menghargai pernikahannya. Berbeda dengan Yusuf yang beriman: Yusuf menghargai pernikahan sesamanya, pernikahan Potifar. Bagi orang beriman, tidak menghormati pernikahan sesama merupakan kejahatan besar seperti yang dinyatakan Yusuf dalam ayat 9, yaitu menyakiti sesama (Potifar) dan berbuat dosa kepada ALLAH.

Orang yang menghormati pernikahannya sendiri dan sesama akan diberkati TUHAN seperti yang tertulis dalam Ibrani 13 : 4 — " Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” Terbukti Yusuf diberkati TUHAN: menjadi Perdana Menteri Mesir. Karena itu periksa diri kita, sudahkah kita menghormati pernikahan kita sendiri dan pernikahan orang-orang yang dekat dengan kita, termasuk tidak ikut campur urusan "dalam negeri" mereka?

KEJADIAN 34 : 13 - 14
34:13 Lalu anak-anak Yakub menjawab Sikhem dan Hemor, ayahnya, dengan tipu muslihat. Karena Sikhem telah mencemari Dina, adik mereka itu,
34:14 berkatalah mereka kepada kedua orang itu: "Kami tidak dapat berbuat demikian, memberikan adik kami kepada seorang laki-laki yang tidak bersunat, sebab hal itu aib bagi kami.

Kita akan lihat contoh lainnya, yaitu kakak-kakak Yusuf. Keluarga Yakub yang pindah ke Sikhem, membawa Dina, anak perempuan Yakub, bergaul dengan penduduk Kanaan, termasuk dengan Sikhem (Sikhem juga merupakan nama anak raja di wilayah Kanaan). Pergaulan dengan orang kafir mengakibatkan Dina menjadi korban perkosaan Sikhem. Namun, TUHAN melembutkan hati Sikhem: Sikhem jatuh cinta kepada Dina dan ingin menikahinya. Dia meminta Hemor, ayahnya, untuk melamar Dina. Proses lamaran pun digelar. Kakak-kakak Dina mengajukan syarat: Sikhem dan penduduk kota Sikhem harus disunat terlebih dahulu sebagai syarat untuk dapat menikahi Dina. Kakak-kakak Dina bukan dengan tulus meminta mereka disunat sebagai tanda menjadi orang beriman; mereka sedang membuat skenario untuk membalas dendam perbuatan Sikhem yang memperkosa Dina.

Rencana perkawinan Sikhem-Dina ini sudah memenuhi syarat TUHAN: sama-sama beriman. Bagaimana dengan Dina sendiri. Maukah dia menerima lamaran Sikhem?

KEJADIAN 34 : 25 - 26
34:25 Pada hari ketiga, ketika mereka sedang menderita kesakitan, datanglah dua orang anak Yakub, yaitu Simeon dan Lewi, kakak-kakak Dina, setelah masing-masing mengambil pedangnya, menyerang kota itu dengan tidak takut-takut serta membunuh setiap laki-laki.
34:26 Juga Hemor dan Sikhem, anaknya, dibunuh mereka dengan mata pedang, dan mereka mengambil Dina dari rumah Sikhem, lalu pergi.

Peristiwa keji dilakukan kakak-kakak Dina pada hari ketika setelah Sikhem, Hemor, dan penduduk laki-laki di kota Sikhem disunat. Di saat mereka tak berdaya karena belum pulih akibat sunat (sunat zaman itu menggunakan pisau batu sehingga dibutuhkan waktu cukup lama untuk pulih), mereka dihabisi oleh kakak-kakak Dina.

Kakak-kakak Dina tidak menghormati (rencana) pernikahan Dina. Keberadaan Dina di rumah Sikhem menunjukkan bahwa Dina sebenarnya mau menikah dengan Sikhem. Setelah melakukan pembunuhan sadis, kakak-kakak Dina mengambil Dina dari rumah Sikhem. Mengambil Dina juga membuktikan bahwa Dina tidak dengan sukarela ikut kakak-kakaknya. Dina sudah menetapkan pilihan: tinggal di rumah Sikhem, mau menikah dengan Sikhem.

KEJADIAN 34 : 30
Yakub berkata kepada Simeon dan Lewi: "Kamu telah mencelakakan aku dengan membusukkan namaku kepada penduduk negeri ini, kepada orang Kanaan dan orang Feris, padahal kita ini hanya sedikit jumlahnya; apabila mereka bersekutu melawan kita, tentulah mereka akan memukul kita kalah, dan kita akan dipunahkan, aku beserta seisi rumahku."

Tidak menghormati pernikahan sesama membuat seluruh keluarga Yakub berisiko mendapatkan masalah berupa pembalasan dendam penduduk Kanaan. Tidak hanya itu, kakak-kakak Dina dan anak-anak Yakub lainnya yang bersekongkol dengan Simeon dan Lewi yang tidak menghargai (rencana) pernikahan Dina memiliki masa depan yang kurang berhasil. Bandingkan dengan Yusuf yang sangat menjunjung tinggi pernikahan sesamanya, sehingga dia pun ditempatkan di posisi tinggi oleh TUHAN.

Sebagai orang Kristen, tentunya mengasihi dan menginginkan orang-orang terdekatnya bahagia. Tapi banyak yang mengasihi dengan cara yang salah. Yang dianggap baik bagi seseorang belum baik bagi orang lain. Contohnya, beberapa jemaat yang masih melajang meminta saya mendoakannya agar dia cepat mendapatkan pasangan. Sebenarnya bukan mereka yang ingin cepat menikah; orangtualah yang menginginkan segera mendapatkan menantu dengan harapan anaknya bahagia. Hasilnya, banyak yang memilih pasangan asal-asalan. Sebagai orangtua, seandainya anak menunda keinginan menikah, bahkan memilih tidak menikah, orangtua harus menghargai pilihan anaknya. Jangan seperti kakak-kakak Dina yang menganggap diri mereka menyelamatkan adiknya, padahal malah menghancurkan masa depan adiknya.


I. TUHAN menciptakan manusia sepasang : pria dan wanita

Mereka diciptakan dalam keperbedaan tetapi satu kesatuan. Artinya, satu manusia namun dalam dua jenis kelamin yang berbeda. Manusia : pria dan wanita, tetapi diciptakan dalam fungsi yang berbeda untuk saling mengisi. Dalam perbedaan itu manusia menjadi sebuah persekutuan yang luar biasa karena saling membutuhkan, saling mendukung, saling melengkapi. Keperbedaan itu bukan untuk saling menindas atau diskiriminasi.

Tuhan memberikan birahi pada manusia, sehingga seorang pria akan menginginkan seorang wanita, dan sebaliknya. Namun birahi itu suci, yang digambarkan dengan kalimat : “sekalipun mereka telanjang mereka tidak merasa malu” KEJADIAN 2 : 25

Jadi, birahi diberi Tuhan bukan untuk diumbar. Birahi yang suci itu diberi untuk memelihara persekutuan suci antara pria dan wanita. Kepada manusia, Tuhan memberikan potensi yang luar biasa dalam kesadaran diri sebagai seorang pria dan wanita sehingga punya rasa suka yang membuat mereka bertemu dan mengikat diri. Itulah cikal bakal di mana manusia membangun keluarga. Dalam kehidupan keluarga, manusia mengemban mandat Tuhan supaya beranak cucu, menguasai bumi.

Oleh karena itu, keluarga adalah sebuah desain Allah. Keluarga bukan suatu kebetulan, bukan pula tragedi. Keluarga yang didisain Tuhan, antara pria dan wanita, harus saling mengisi dan melengkapi dalam perbedaan. Pasangan keluarga dijadikan Tuhan dari pria dan wanita, bukan pria dengan pria, atau wanita dengan wanita. Keluarga diciptakan untuk tumbuh, berkembang dan berkuasa atas bumi langit dan segala isinya. Keluarga yang bertumbuh dan berkembang itu akan menjadi masyarakat. Maka keluarga harus memuliakan Allah.

Tuhan menjadikan keluarga supaya manusia menyatu dalam keperbedaaan. Dan justru keperbedaan yang mampu membuat mereka mampu mendemonstrasikan kemampuan saling mengasihi.

Keluarga menjadi satu wadah cinta kasih yang sangat luar biasa.

Keluarga menjadi suatu bangunan yang sangat damai, dan model betapa indahnya hubungan antar manusia.

Keluarga yang menjadi cikal bakal dari sebuah masyarakat yang sehat : saling mengasihi, menyatu dan mampu mengekspresikan kasih Tuhan.

Karena itu, kalau masyarakat “sakit”, tidak bisa mencerminkan nilai yang seharusnya, itu pertanda bahwa keluarga-keluarga sudah kehilangan jati diri, kehilangan peran yang mestinya mereka mainkan dalam hidup ini. Karena kalau keluarga baik, maka akan terbentuk masyarakat yang baik dan utuh. Jadi, keluarga adalah titik sentral pengharapan untuk masa depan. Keluarga titik sentral pembangunan keutuhan kebangsaan. Membentuk keluarga bukan untuk sekadar memuaskan hawa nafsu seksual, atau untuk mendapatkan jaminan ekonomi. Membentuk keluarga bukan tradisi, budaya atau trend. Keluarga adalah sebuah struktur untuk memuliakan Allah.


II. Keluarga Kristen

Setiap orang Kristen harus menyadari dan menyikapi dengan serius bahwa keluarga adalah sebuah proyek besar yang tidak boleh gagal seumur hidup. Karena itu, proses pembentukan sebuah keluarga mesti diperhitungkan dengan matang, dikalkulasi sebaik-baiknya. Kalau kekecewaan datang, semua sudah terlambat. Memang ada “risiko” ketika sebuah keluarga dijadikan oleh Tuhan. Dikatakan, seorang pria dan seorang wanita akan meninggalkan keluarga mereka untuk dipersatukan, bukan dipersamakan. Pria dan wanita dipersatukan, sehingga dua yang berbeda tadi menjadi satu.

Keluarga disebut juga sebagai representasi persekutuan kasih, bagaimana hidup saling mengisi dan melengkapi. Keluarga harus mampu melukiskan dan menggambarkan bagaimana Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus hidup dalam kesatuan dan kasih yang luar biasa, sehingga suami istri dan anak-anak mampu mengisi satu nuansa persekutuan yang bisa menimbulkan satu kekuatan luar biasa yang mampu mengatasi masalah apa pun, karena cinta kasih yang menyala.

Apakah keluarga kita sudah menjadi saksi ?

Sudahkah kita saling mengisi, bukan saling menjatuhkan ?

Kalau keluarga tidak menyadari tanggung jawab, lalai dalam pembinaan anak-anak, maka keluarga telah menyiapkan bom waktu. Suami gelisah pada istri, istri mencurigai suami, atau orang tua kehabisan akal menghadapi tingkah anak-anak, begitu pula anak-anak merasa tidak mendapat perhatian dan perlindungan dari orang tua. Seribu satu kasus bisa ada dalam keluarga, tetapi satu kalimat yang perlu kita pegang : Apa pun masalah, jadilah pemenang untuk membawa keluarga sebagai persembahan bagi kehidupan masyarakat !!!

Apa pun masalah dalam keluarga, bergaullah dengan Tuhan supaya kita beres dari persoalan, dan bersaksi kepada dunia. Dan kesaksian demi kesaksian itu bisa membawa orang pada kesadaran nilai yang hakiki dari kekristenan.

Bukankah orang harus mengatakan kalau konsep keluarga Kristen itu luar biasa ? Satu kali menikah tidak boleh cerai kecuali diceraikan kematian, karena mereka telah menjadi satu daging. Dan itu sangat luar biasa !!! Karena itu, paham ini perlu ditumbuh kembangkan sebagai satu aspek dari penginjilan itu sendiri. Jika ada yang bercerai, biarlah itu menjadi tanggung jawab masing-masing kepada Tuhan.

Karena itu, suami, istri dan anak-anak harus memainkan peran supaya keluarga mampu menyelesaikan berbagai hal, membangun sebuah nilai luar biasa, memberi sumbangsih bagi masyarakat, gereja atau pun negara.

Dalam 2 Yohanes 1 : 6 — " Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-Nya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih, sebagaimana telah kamu dengar dari mulanya.”

Yohanes mengajarkan bahwa kita akan mampu saling menghormati sesama termasuk menghormati pernikahan mereka. Mengasihi sama dengan taat perintah TUHAN; mengasihi berarti kita sudah menghormati TUHAN. Dengan menyenangkan hati TUHAN, DIA pasti akan menyiapkan Surga bagi kita dan mencukupi segala kebutuhan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar