Rabu, 27 Januari 2016

Ular diserang gergaji

Seekor ular cobra memasuki gudang tempat bekerja tukang kayu yg sdh pulang utk istirahat, sudah menjadi kebiasaan tukang kayu membiarkan sebagian peralatan kerjanya berserakan tanpa merapikannya, ketika ular masuk kedalam gudang tanpa sengaja merayap diatas gergaji. Tajamnnya mata gergaji menyebabkan perut si ular terluka tetapi ular beranggapan gergaji itu menyerangnya, ular pun membalas dengan mematok gergaji itu berkali-kali, serangan itu mengakibatkan luka parah dibagian mulutnya. Marah dan putus asa si ular mengerahkan kemampuannya, jurus terakhir untuk mengalahkan musuhnya ular pun membelit kuat gergaji itu maka tubuhnya pun terluka amat parah dan akhirnya ular pun mati. Terkadang disaat kita marah kita begitu ingin melukai orang lain, tetapi sesungguhnya tanpa kita sadari yang dilukai adalah diri kita sendiri. Mengapa? Karena perkataan dan perbuatan disaat marah adalah perkataan dan perbuatan yang biasanya akan kita sesali dikemudian hari. “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya". Mari kita belajar menahan emosi kita dan memiliki pengendalian diri.

Petapa Muda dan Kepiting

Suatu ketika di sore hari yang sejuk, nampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan. Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai, sumber suara tadi berasal. Ternyata, di sana nampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras. Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya. Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting. Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya. Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya. Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi. Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting. Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, “Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?” “Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa mahluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting,” jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik. Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya.” “Lihat, Anak muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong mahluk lain, tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, bukan?” Seketika itu, si pemuda tersadar. “Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang paman ajarkan.” Mempunyai sifat belas kasih, mau memperhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orang tua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun. Tetapi, kalau cara kita salah, seringkali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang. Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu. Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak. Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.

Sial atau beruntung?

Saya pernah nanya begini kepada beberapa orang peserta pelatihan: "Misalnya anda bangun terlambat menuju ke bandara. Secara kalkulasi jelas gak bakalan kekejar. Tapi anda teruskan itu perjalanan ke bandara. Eh lha kok macet parah. menurut anda sial atau beruntung? Peserta : "Sial pak ... Udah bangun telat eh kena macet" Saya : "Lha ... Ternyata pesawat anda delay penerbangannya 4 jam. Sehingga anda bisa naik pesawatnya, alias enggak ketinggalan. Ini anda sial atau beruntung?" Peserta : "Wah ya beruntung pak" Saya : "Nah di ruang tunggu yang sama, ada orang yang mengejar kerjasama bisnis. Kalau terlambat ia kehilangan proyek bernilai milyaran rupiah. Gara-gara delay pesawatnya, dia kehilangan proyek itu. Menurut anda, orang itu sial atau beruntung?" Peserta : "Sial pak" Saya: "Nah, tapi beberapa bulan kemudian. Ternyata teman orang itu, yang memenangkan proyek karena orang itu pesawatnya delay, ternyata temannya kena tipu milyaran rupiah. Gara-gara pesawat delay 4 jam, orang itu tidak kena tipu. Orang itu sial atau beruntung?" Peserta : "Ya beruntung pak" Dari percakapan di atas, nampak bahwa sebenarnya penilaian kita atas peristiwa bisa berubah seiring waktu. Ya, seiring waktu, lalu ada kejadian lain setelahnya, maka judgement kita atas peristiwa, bisa berbalik 180 derajat. Sebuah peristiwa yang kita katakan sial pada suatu waktu, 6 bulan, 1 tahun, 10 tahun mendatang, bisa jadi malah kita syukuri. Mungkin saja, ada kejadian pagi ini, kemaren, 1 tahun lalu, 5 tahun lalu yang masih sulit anda terima. "Beruntung dimananya? Jelas jelas saya disakiti?". Mungkin begitu penilaian anda. Tapi, lihat saja seiring waktu berlalu. Karena semua hal dalam hidup tidaklah tetap. Semuanya mengalir. Semuanya berubah. Penderitaan dimulai, saat Kita kaku dalam menilai. Kita terus menerus memegang penilaian atas sebuah peristiwa yang tidak enak. Dan menutup mata, terhadap peristiwa kelanjutannya. Yang mana sebenarnya peristiwa kelanjutannya itu, menjelaskan fungsi dari peristiwa tidak enak yang sebelumnya. Kita akan tersesat di Jakarta, kalau menelusuri kota Jakarta tahun 2015, dengan menggunakan peta Jakarta tahun 1950. Kita perlu mengupdate peta kota Jakarta yang kita miliki. Karena Jakarta terus berubah. Kita pun akan tersesat dalam hidup, saat kita tidak mengupdate peta penilaian kita atas peristiwa. Kita melihat orang, dengan peta penilaian jadul. Kita menilai peristiwa dengan peta yang kadaluarsa. Bisa jadi orang yang kita benci 5 tahun lalu, sekarang dia berubah 180 derajat jadi orang baik. Lalu mengapa masih jadi penderitaan bagi kita? Karena kita masih memegang erat peta lama dalam menilai orangnya. Mari kita update peta kehidupan kita. Semoga bermanfaat

Kamis, 21 Januari 2016

Tuhan itu Pemulung

Suatu ketika seorang Guru bertanya kepada Murid-Muridnya tentang SIAPA itu TUHAN ?!?

Steven - Ayahnya Hakim -,
menjawab :  Tuhan itu adalah HAKIM yang MENGADILI orang jahat.

Albert, - yang Ayahnya seorang Dokter -.
Menjawab : Tuhan adalah DOKTER yang bisa MENYEMBUHkan segala penyakit.

Michael - Papanya KONGLOMERAT -,
Menjawab : Bahwa Tuhan adalah YANG BISA MEMBERIKAN SEGALAnya.

Semua anak ditanya & jawabnya adalah PERSPEKTIF mereka terhadap PEKERJAAN Bapaknya di dunia.

Tibalah giliran Sarjo yang akan ditanya oleh Guru.
Guru tahu bahwa Sarjo TIDAK SEMAPAN teman-temannya yang hidupnya BERKECUKUPAN. Kepala Sarjo MENUNDUK kebawah, TIDAK BERANI menatap Gurunya.

Sang Guru lalu bertanya kepada Sarjo, siapakah Tuhan itu ?!?

Dgn SUARA LEMAH Sarjo menjawab bahwa TUHAN itu adalah seorang
" PEMULUNG ". Tiba-tiba kelas menjadi  RICUH & RIBUT dengan jawaban Sarjo, bagaimana bisa Tuhan itu seperti " PEMULUNG ". Lalu Guru pun bertanya, kenapa Sarjo bilang kalau Tuhan itu " PEMULUNG " ?!?

Lalu Sarjo menjawab dengan MENENGADAHKAN MUKAnya, Sarjo berkata bahwa seorang pemulung MENGAMBIL barang-barang yang TIDAK BERGUNA & MENGUMPULKANnnya, MEMBERSIHKANnya, SEHINGGA MENJADI BERGUNA.

Bapak saya juga MEMUNGUT saya dari jalanan dan MEMBAWA PULANG saya kerumahnya, saya diasuhnya, disekolahkan, dididiknya sehingga MENJADI BERGUNA. Jika Bapak saya TIDAK MENGAMBIL saya, entah JADI APAKAH NASIB saya sekarang dijalan.

Demikianlah Tuhan menjadi seperti seorang
" PEMULUNG " yang MENGAMBIL yang TIDAK BERGUNA menjadi BERGUNA.

Semua kelas TERDIAM & tanpa terasa sang guru MENETESKAN AIR MATA. Lalu DIPELUKnya Sarjo dengan erat sambil MENANGIS  TERHARU.
Seisi kelas yg tdnya HENING, mulai terdengar ISAKAN di semua kursi sampai SESUNGGUKAN. 😢😢😢

TUHAN amat MENGASIHI kita. Setiap kita BERHARGA dimataNya. Tuhan  memberkati.

Minggu, 03 Januari 2016

Balon Kebahagiaan

Pada suatu acara seminar yang dihadiri oleh sekitar 50 peserta, tiba2 sang Motivator berhenti berkata-kata & mulai memberikan balon kepada masing2 peserta. Dan kepada mereka masing2 diminta untuk menulis namanya di balon2 tsb dgn menggunakan spidol.

Balon2 itu semuanya lantas dikumpulkan & dimasukkan ke dalam ruangan lain. Begitu rampung, semua peserta disuruh masuk ke ruangan itu & diminta utk menemukan balon yg telah tertulis nama mereka. Mereka diberi waktu hanya 5 menit. Semua orang dg panik mencari balon dg nama mereka, bertabrakan satu sama lain, mendorong dan berebut dengan orang lain disekitarnya sehingga terjadi kekacauan.

Waktu 5 menit sudah usai, tdk ada seorgpun yang bisa menemukan balon mereka sendiri.

Lalu di waktu berikutnya Sang Motivator meminta kepada Peserta untuk secara acak mengambil sembarang balon & memberikannya kepada orang yang namanya tertulis di atasnya. Dalam beberapa menit semua orang punya balon dengan nama mereka sendiri.

Akhirnya sang Motivator berkata :

"Kejadian yg baru terjadi ini mirip dan sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, Semua orang sibuk mencari kebahagiaan untuk diri sendiri, mirip dengan mencari balon mereka sendiri, dan banyak yg gagal

Mereka baru berhasil mendapatkannya ketika mereka memberikan kebahagiaan kepada orang lain, mirip Dengan memberikan balon tadi kepada pemiliknya"

Kebahagiaan kita terletak pada kebahagiaan orang lain. Beri kebahagiaan kepada orang lain, maka anda akan mendapatkan kebahagiaan anda sendiri...

Tuhan Tidak Ada

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.

Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang,”Saya tidak percaya Tuhan itu ada”.
“Kenapa kamu berkata begitu ???” timpal si konsumen.

“Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, apa yang terjadi di jalanan itu menunjukkan bahwa Tuhan itu tidak ada? Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, mengapa ada orang sakit??, mengapa ada anak terlantar??"

"Jika Tuhan ada, pastiah tidak akan ada orang sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi.”

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat.

Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar (mlungker-mlungker, istilah jawa-nya), kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata,” Kamu tahu, sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR.”

Si tukang cukur tidak terima,” Kamu kok bisa bilang begitu ??”.
“Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!”

“Tidak!” elak si konsumen.
“Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana,” Si konsumen menambahkan.

“Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!” sanggah si tukang cukur.
”Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya”, jawab si tukang cukur membela diri.

“Cocok!” kata si konsumen menyetujui.” Itulah point utama-nya!.

Sama dengan Tuhan, Tuhan itu juga ada, tapi apa yang terjadi… orang-orang tidak mau datang kepada-Nya, dan tidak mau mencari-Nya. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.”

Apakah Tuhan harus memaksa untuk datang kepada-Nya baru dunia tidak ada kesusahan? Semua kembali pada diri kita masing-masing.