Rabu, 23 April 2014

ATAP DAN TEMBOK:

Di sebuah kamar di RS hanya ada 2 ranjang. Ranjang, yg 1 dekat dgn jendela & yg 1 lagi jauh dari jendela. Setiap harinya gadis yg terbujur lemah yg berada di ranjang dekat jendela menceritakan apa yg dia lihat ke seorang ibu yg terbaring di ranjang satunya lagi.
"Apa yg kamu lihat hari ini?" Kata Ibu itu, Gadis itu menjawab "di luar ada anak-2 kecil berlari riang sedang main dgn anjing kesayangannya. Ada gemerlap lampu2 taman yg indah. Dan banyak sekali angsa2 lewat di kolam."
Dgn riangnya gadis itu bercerita. Hari demi hari Ibu itu bertanya ke gadis itu & gadis itu terus menceritakan apa yg dia lihat di luar jendela akhirnya pada satu malam gadis itu sesak nafas, Ibu itu bisa aja membantu gadis itu dgn memencet bell agar suster datang tapi di biarkan saja. Dalam hatinya, ini kesempatanku utk bisa pindah ke ranjang sebelah dekat jendela jika gadis itu mati jadi bisa lihat pemandangan luar.
Esok harinya gadis itu meninggal & Ibu itu berkata ke suster "aku mau pindah ke ranjang dekat jendela" dgn riangnya Ibu itu melongok ke jendela begitu dia pindah...
Apa yg dia lihat?
Hanyalah "atap & tembok", karena rupanya gadis itu buta.
Terkadang kita suka merasa diri tidak bahagia dan selalu melihat kebahagiaan org lain & Suka ber-andai2.. Andai aku punya istri yg cantik spt dia, Andai aku punya suami yg baik spt dia, Andai aku bisa sekaya dia, Andai aku punya jabatan spt dia, punya ortu spt ortunya, punya mobil sebagus dia, Andai & andai selalu memikirkan apa yg org lain miliki!
Setiap org punya kesusahan masing2, Org yg bahagia adlh org yg selalu melihat hidup ini indah, berpikir positif walaupun hanya "atap dan tembok" di dpn mata tapi yg dia lihat adlh Visinya dan selalu ceria melewati hidup.
Bersyukurlah msh di beri kehidupan & mau membagikan keceriaan kpd org lain..selalulah bersyukur dlm segala hal, karena ada hal indah dibalik semua peristiwa.

Minggu, 06 April 2014

SEMANGKUK MIE KUAH DI MALAM IMLEK

Suatu malam yang juga merupakan malam imlek, di sebuah jalan ada sebuah toko mie bernama Pei Hai Thing. Makan mie pada malam imlek adalah adat istiadat turun temurun karena itu tentu saja pemasukan toko mie sehari penuh itu sangatlah baik. Tidak terkecuali Pei Hai Thing. Majikan toko mie Pei Hai Thing adalah seorang yang jujur dan polos, istrinya adalah seorang yang ramah tamah dan melayani orang penuh kehangatan.

Saat sang istri bersiap-siap menutup toko, pintu toko itu sekali lagi terbuka. Seorang wanita membawa dua orang anaknya, kira-kira berumur 6 dan 10 tahun datang. Anak-anak mengenakan baju olahraga baru yang mirip satu dengan yang lain, tetapi wanita tersebut hanya memakai baju luar bercorak kotak yang telah usang.

Wanita itu berkata dengan takut-takut, "Bolehkah…memesan semangkuk mie kuah?" tanyanya. Kedua anak di belakangnya saling memandang dengan tidak tenang.

"Tentu…tentu boleh, silahkan duduk di sini." kata sang majikan.

Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 di paling pinggir, lalu berteriak dengan keras ke arah dapur : "Semangkuk mie kuah!"

Sebenarnya jatah semangkuk untuk satu orang hanyalah satu ikat mie, sang majikan lalu menambahkan lagi sebanyak setengah ikat dan menyiapkannya dalam sebuah mangkuk besar penuh, hal ini tidak diketahui sang istri dan tamunya itu. Ibu dan kedua anaknya mengelilingi semangkuk mie kuah itu sambil berbicara dengan suara kecil betapa mie itu enak sekali.

Tak terasa setahun pun berlalu. Usaha Pei Hai Thing tetap ramai. Ketika hendak menutup toko, pintu terbuka lagi dan seorang wanita parobaya sambil membawa dua orang anaknya masuk. Ketika melihat baju luar bercorak kotak yang telah usang itu, dengan seketika sang istri pemilik kembali teringat tahun lalu.

Mereka pun memesan semangkuk mie. Sang majikan mulai menyalakan kembali api yang baru saja dipadamkan. Istrinya dengan diam-diam berkata di samping telinga suami, "Ei, masak 3 mangkuk untuk mereka, boleh tidak?"

"Jangan, kalau demikian mereka bisa merasa tidak enak." kata sang suami sambil menambahkan seikat mie lagi ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan kedua anaknya pun memuji mie tersebut. Mereka kemudian membayar. Meskipun membayar dengan harga yang lama, bukan harga sekarang, suami istri pemilik Pei Hai Thing tidak meminta kekurangannya.

Pada tahun ketiga, majikan toko dengan tergesa-gesa membalikkan setiap lembar daftar harga yang tergantung di dinding dan daftar kenaikan harga mie kuah ditulis ulang menjadi harga lama. Di atas meja nomor 2, sang istri telah meletakkan kartu tanda telah dipesan. Setelah lewat jam 22.00, ibu dengan dua orang anaknya muncul kembali.

Sang kakak memakai seragam SMP, sang adik mengenakan jaket, yang kelihatan agak kebesaran, yang dipakai kakaknya tahun lalu. Kedua anak ini makin kelihatan tumbuh dewasa, sang ibu tetap memakai baju luar bercorak kotak usang yang telah luntur warnanya.

Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 dan dengan cepat menyembunyikan tanda telah dipesan yang sebelumnya diletakkan di sana. "Tolong…tolong buatkan 2 mangkuk mie, bolehkah?" Sang majikan lalu melempar 3 ikat mie ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan kedua anaknya makan sambil bicara dengan gembira. Sepasang suami istri yang berdiri di balik pintu juga turut merasakan kegembiraan mereka.

Dari pembicaraan mereka, ternyata suami dari wanita itu mengalami kecelakaan dan harus membayar mahal untuk pengobatan sehingga anaknya yang besar harus mengantar koran dan anak termudanya membantu membeli sayur dan masak nasi. Berkat usaha kedua anaknya, mereka bisa membayar sisa biaya pengobatan hingga lunas. Namun, ada sebuah kisah lagi di balik kejadian itu.

Anak termudanya menulis sebuah karangan dan terpilih secara khusus menjadi wakil di wilayah tempat mereka tinggal. Tema yang diberikannya adalah "Cita-Citaku", karangannya bertema semangkuk mie kuah. "Ayah mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggalkan hutang yang banyak; demi untuk membayar hutang, mama bekerja keras dari pagi hingga malam, sampai kakak saya harus mengantar koran. Pada malam tahun baru, kami bertiga ibu dan anak bersama-sama memakan semangkuk mie kuah, sangatlah lezat… 3 orang hanya memesan semangkuk mie kuah. Pemilik toko yaitu paman dan istrinya malah masih mengucapkan terima kasih kepada kami! Suara itu sepertinya sedang memberikan dorongan semangat untuk kami agar tegar menjalani hidup, secepatnya melunasi hutang dari ayah." isi sebagian dari karangan itu.

Hari ini, mungkin Anda tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun teruslah berbuat baik. Layanilah sesamamu seperti kepada Tuhan dan bukan untuk manusia. Selalu ada manfaat yang bisa dipetik saat kita dengan sungguh-sungguh melakukan apa yang kita kerjakan. 

Ini AKU

Ini sebuah kisah yang menarik dan menyentuh. Ada seorang laki2 paruh baya, umur 50 tahunan. Ia dipanggil A Cong (Ah Chong, ejaan inggrisnya). Miskin, tetapi jujur dan tekun. Kejujuran dan ketekunan itu mendapat perhatian seorang pemilik toko material di daerah Glodok, Pinangsia, Jakarta . A Cong diangkat menjadi CEO (chief exec.officer) atau penanggung jawab penuh toko tersebut. Usaha material itu meraup sukses luar biasa.

Sedemikian sibuknya A Cong di toko itu melayani pembeli, sampai ia tak sempat makan dengan teratur. Bahkan tidak jarang ia makan sambil tetap melayani.

Tetapi, di tengah kesibukannya, setiap jam 12 siang ia menyempatkan diri berlari ke sebuah gereja di dekat situ. Dan itu ia lakukan tiap hari, sudah lebih dari tiga setengah tahun.

Sampai pada suatu hari kecurigaan seorang pastor memuncak .. ! Ia telah memperhatikan dan mengamati fenomena aneh ini di gerejanya. A Cong datang di pintu gereja, hanya berdiri saja, membuat tanda salib, lalu segera bablas lagi.

Ritual itu setia dilakukan A Cong, tiap-tiap hari, itu-itu saja. Adakah udang dibalik batu??? Jangan2 ….. Romo yang penasaran itu mencari kesempatan menghadang si A Cong, dan bertanya tanpa basa-basi lagi: Maaf, Cek (panggilan menghormat bagi laki2 Tionghoa), kenapa Encek saben hari datang jam 12 begini, cuman berdiri aja di pintu, bikin tanda salib, terus cepet2 pergi?’ Kaget, si A Cong menjawab tersipu: ‘Hah?!… Lomo, owe ini olang sibuk, owe punya waktu seliki, tapi owe seneng dateng kemali.’

Jelas, Romo belum puas dan terus mendesak: Emangnya apa yang Encek lakukan di pintu gereja gitu?’Jawab A Cong dengan polos: ‘Ngga ada apa2. Benel Owe cuman bilang ini doang: Tuhan Yesus, ini owe, A Cong. Uuudah .’

Terbengong, hanya ‘Oh….!’ yang bisa dilontarkan sang Romo. Dan A Cong pun bergegas kembali ke tokonya.

Pada suatu hari A Cong sakit parah karena super sibuk dan makan sekenanya, tidak teratur. Komplikasi penyakitnya cukup berat sehingga ia dilarikan ke rumah sakit. A Cong bukan orang kaya, maka ia menempati kamar kelas 3, satu kamar dihuni 8 orang pasien. Sejak masuknya A Cong, kamar itu menjadi ceria, penuh canda tawa.Tak terasa 3 bulan sudah A Cong dirawat. Ia pun sembuh dan diperbolehkan pulang.

Ia gembira, tentunya, tetapi teman2 sekamarnya bersedih. Selama dirawat itu, semua sesama pasien dihiburnya. A Cong setiap pagi menghampiri teman2 pasiennya, satu per satu, dan menanyakan keadaan masing2. Sayang, sekarang A Cong harus pulang dan kamar itu akan kembali sunyi.

Akhirnya salah seorang sesama pasien mencoba bertanya: ‘Eh Cek A Cong, mau nanya nih. Kenapa sih Encek begitu gembira, dan selalu gembira, padahal penyakit Encek ‘ kan serius?’ Acong tercenung dan menjawab ’saben ali yam lua welas, yah, ada olang laki lambut gondlong dateng, megang kaki saya, dia bilang: A Cong, ini aku, Yesus Kristus. Gimana owe nggak seneng, coba…’